Investasi BEP sampai 150% dalam 81 hari

Rabu, 23 Desember 2009

FIQIH

Bab shalat akan dibagi menjadi beberapa pembahasan:

A. Muqaddimah
Yaitu hal-hal yang harus dipersiapkan sebelum melakukan shalat.

1. Waktu Shalat Harian
Shubuh dimulai dari terbitnya fajar shadiq sampai terbitnya matahari. Pada hari-hari belasan setiap bulan qamariyah, menurut Imam Khomeini ra, ahwath wajib untuk mengakhirkan shalat subuh sekitar 15-20 menit dari terbitnya fajar (adzan subuh). Adapun menurut Imam Khamenei hal itu hany ihtiyah sunnah saja.

Dhuhur dan Ashar memiliki tiga waktu:

• Waktu khusus Dhuhur adalah sejak tergelincirnya matahari sampai sekedar melaksanakannya.
• Waktu khusus Ashar adalah beberapa menit sekedar melaksanakannya sebelum terbenam matahari.
• Waktu musytarak adalah waktu antara waktu khusus Dhuhur dan waktu khusus Ashar.
• Waktu fadhilah Dhuhur dari tergelincirnya matahari sampai bayangan suatu benda seperti bendanya.
• Waktu fadhilah Ashar dari selesai melaksanakan waktu shalat Dhuhur (di awal waktu) sampai bayangan suatu benda menjadi dua kali bendanya.

Maghrib dan Isya ? memilki tiga waktu berikut:
• Waktu khusus Maghrib, yaitu sejak terbenamnya matahari yang ditandai dengan hilangnya mega merah sebelah timur sampai sekedar melaksanakannya.
• Waktu kusus Isya? Yaitu beberapa menit dari pertengahan malam sekedar melaksanakannya.
• Waktu musytarak adalah waktu antara waktu khusus maghrib dan waktu khusus Isya’.
• Waktu fadhilah maghrib dari hilangnya mega merah sebelah timur sampai hilangnya mega merah yang sebelah barat.
• Waktu fadhilah Isya’ dari hilangnya mega merah yang disebelah barat sampai sepertiga malam.

Keterangan:
1. Pada waktu khusus tidak boleh dilakukan shalat lain.
2. Pada waktu musytarak harus mendahulukan Dhuhur daripada Ashar dan harus mendahulukan maghrib daripada Isya’.
3. Bagi mereka yang karena udzur atau yang lainnya tidak melaksankan shalat maghrib dan Isya? Sampai pertengahan mala, maka wajib melaksanakannya saat itu dengan tanpa niat adaa an dan qadha an, namun dengan niat maa fidz dzimmah.



II.Qiblah
1. Wajib bagi setiap orang yang shalat dalam keadaan ikhtiyariy (tidak dharurat) baik shalat wajib maupun shalat sunnah yang dilakukan dalam keadaan diam (tidak jalan) untuk menghadapkan bagian depan badannya kearah qiblat baik dengan yakin atau sangkaan yang kuat.
2. Ketika setelah berusaha untuk menentukan arah qiblat tetapi belum juga dapat menentukannya, maka wajib mengulang shalat kea rah yang tepat atau arah yang dimungkinkan merupakan arah qiblah.
3. Ketika shalat ketahuan, bahwa arah qiblatnya salah, maka ada beberapa kemungkinan berikut:
a. Kesalahannya tidak sampai kearak kanan atau kiri (90 derajat) dan ketahuaannya pada saat sedang shalat, maka ia bias merubah posisinya kearah yang benar dan meneruskan shalatnya.
b. Kesalahannya tidak sampai 90 derajat dan ketahuannya setelah shalat, maka shalatnya dianggap sah.
c. Kesalahannya sampai 90 derajat dan ketahuannya setelah shalat, maka wajib mengulang shalatnya jika ada waktu.
d. Kesalahannya lebih dari 90 derajat dan ketahuannya pada saat sedang shalat dan waktu masih banyak maka wajib mengulang shalatnya.
e. Kesalahannya 90 derajat atau lebih, ketahuannya saat sedang shalat dan sudah tidak ada waktu lagi, maka wajib merubah ke posisi yang benar.
Ihtiyath mustahab untuk mengulang shalat pada semua keadaan.

III Menutup Aurat
Diwajibkan pada setiap shalat, baik wajib maupun sunna dan bagian-bagian yang tertinggal dari shalat, untuk menutup aurat, sebagaimana ahwath wajib juga untuk sujud sahwi.

Aurat seorang laki-laki di dalam shalat adalah sebagaimana aurat di luar shalat, yaitu dua kemaluan, depan dan belakang.

Adapun aurat perempuan adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah (sebatas yang wajib dibasuh setelah wudhu)telapak tangan sampai pergelangan dan dua kaki sampai mata kaki (pemisah antara mata kaki dan betis)

Untuk meyakinkan bahwa yang wajib ditutup telah tertutup, maka wajib melebihkan dari kadar wajib diatas.

Syarat-syarat penutup aurat (pakaian) dalam shalat:
1. Kesucian, kecuali pada beberapa hal berikut:
a. Najis darah yang ada pada baju orang yang sedang luka / borok.
b. Najis darah yang besarnya tidak sampai ruas jari telunjuk, dengan syarat bukan darah haish, nifas dan istihadhah.
c. Najis yang ada pada bagian pakaian yang kecilsrta tidak bias menutup aurat laki-laki, seperti kaos kaki, ikat pinggang dll, dengan syarat bukan najis? Ainiy dan tidak basah.
2. Mubah
3. Bukan dari kulit binatang yang tidak boleh dimakan dagingnya.
4. Bukan dari emas atau sutra murni bagi laki-laki.

IV. Tempat Shalat
Disyaratkan pada tempat yang digunakan untuk shalat:
1. Mubah
2. Tanah / tidak jalan / tidak goyang dalam keadaan shalat ikhtiyariy dan shalat wajib.
3. Khusus tempat sujud disyaratkan:
a. Suci
b. Tanah / batu dan segala sesuatu yang tumbuh dari tanah, namun bukan bahan makanan atau pakaian.
c. Atau boleh juga kertas pengganti b.

Keterangan:
1. Jika tidak ada sesuatu yang dapat dijadikan alas sujud seperti disebut diatas, maka dapat sujud pada yang disebutkan dibawah ini dengan secara beruruta:
a. Kain atau baju yang terbuat dari kapas
b. Kain atau baju yang terbuat dari rami (kain linen)
c. Baju yang dipakai yang terbuat dari jenis lain a dan b.
d. Bagian luar telapak tangannya.
e. Barang tambang.
2. Jika ketika sedang shalat, kemudian hilang darinya (tidak ada padanya) tempat sujud yang memenuhi syarat, maka jika waktu masih banyak, ia wajib untuk memutuskan shalatnya dan mengulangi lagi dari awal dengan menggunakan alas sujud yang memenuhi syarat. Namun jika waktu sudah sempit, maka ia boleh meneruskan shalatnya dengan sujud pada yang memungkinkan dari salah satu benda diatas (a-e) secara berurutan.
3. Mustahab hukumnya melakukan shalat di masjid.
4. Makruh (kurang pahalanya) melakukan shalat:
a. Di kamar mandi.
b. Di tempat-tempat kotoran.
c. Di jalan umum selama tidak mengganggu orang yang lewat.
d. Di tempat semut / air walaupun sedang tidak ada semut ataupun airnya.
e. Di atas kuburan atau diantara dua kuburan, kecuali kuburan para Imam a.s
f. Berhadapan dengan api atau lampu.
g. Berhadapan dengan gambar dan patung.
h. Berhadapan dengan Al-Quran atau kitab lain yang terbuka.
i. Berhadapan dengan pintu yang terbuka.

V. Adzan dan Iqamah
Termasuk yang sangat dianjurkan (mustahab muakkad) melakukan adzan dan iqamah sebelum melakukan shalat wajib harian yang lima kali, baik laki-laki atau perempuan, sedang dirumah atau dalam perjalanan (musafir), adaa an atau qadhaa an, sendirian atau jamaah (untuk yang terakhir jika telah ada satu orang yang melakukannya, maka gugurlah bagi yang lain)

Lafadz Adzan dan Iqamah:
Adzan Iqamah Bacaan
2 X 1 X Allahuakbar Allahuakbar
2 X 2 X Asyhaduanlaillahaillah
2 X 2 X Asyhaduannamuhammadarasulullah
2 X 2 X hayaa’alasalah
2 X 2 X hayaa’alalfalah
2 X 2 X hayaa’alakhairila’mal
- 2 X qadqamatisalah
1 X 1 X Allahuakbar Allahuakbar
2 X 1 X laillahaillah

B. Afaal Shalat
Afaal Shalat (pekerjaan) shalat terbagi menjadi dua, wajib dan mustahab. Yang wajib terbagi menjadi dua, wajib rukun dan wajib non rukun.
1. Wajib Rukun
Adalah kewajiban yang harus dilakukan dan akan batal shalat jika ditinggalkan atau ditambah baik dengan sengaja atau tidak. Yaitu sbb:
1) Niat
Yaitu dorongan motivasi untuk melakukan shalat karena melaksanakan tugas dan mendekatkan diri kepada Allah.
Wajib pada niat menentukan jenis shalat, serta adaa an atau qadhaa an jika masih memiliki tanggungan shalat qadha?
Wajib adanya niat shalat yang berkesinambungan dari awal takbirsampai akhir salam, maka jika seseorang memutuskan untuk memutuskan shalatnya di pertengahan shalat, batallah shalatnya, kecuali tanpa adanya senggang waktu dan tidak melakukan sesuatu kembali ke niat shalat.

Diperbolehkan merubah niat dalam beberapa keadaan berikut:
a. Dari shalat adaa an ke qadhaa an
b. Shalat kedua (Ashar / Isya) ke shalat pertama (Dhuhur / Maghrib)
c. Shalat wajib ke shalat sunnah, dengan salah satu dari dua alas an berikut:
• Ingin bergabung dengan berjamaah
• Ingin membaca surah Jum’ah dan Munafiqun pada shalat Dhuhur hari Jumat
d. Shalat jamaah sendirian (munfarid)

Keterangan: a / d tidak diperkenankan kebalikannya


2) Takbiratul Ihram
Wajib membaca takbiratul ihram, yaitu bacaan Allahuakbar dalam keadaan berdiri tegak dan tubuh tidak bergerak.

Dianjurkan (mustahab) disaat mengucapkan takbir ini, mengangkat kedua tangan diluruskan dengan telinga atau wajah dengan mengahadapkan kedua perut telapak tangan ke qiblah.

Dianjurkan juga takbir sebanyak enam kali sebelum atau sesudah takbiratul ihram atau tiga sebelumnya dan tiga setelahnya.

Shalat akan batal mengucapkan takbiratul ihram yang kedua dan akan sah dengan tahbiratul ihram yang ketiga, dan begitu seterusnya sah dengan ganjil dan batal dengan genap.

Takbir-takbir lain selain tahbiratul ihram, seperti takbir akan ruku, akan sujud dan bangun dari sujud hukumnya mustahab, namun wajib dilakukan dalam keadaan berdiri tegak (badan tidak bergerak).

3) Berdiri
Bediri yang dianggap wajib ruku adalah pada saat takbiratul ihram dan saat akan ruku adapun yang lainnya tidak.

Di dalam keadaan mampu pada saat berdiri disyaratkan 5 berikut:
a. Seluruh tubuh kecuali tangan dan tidak bergerak.
b. Berdiri tegak.
c. Mandiri tidak bersandar pada sesuatu.
d. Berdiri pada dua kaki.

Pada saat tidak memungkinkan untuk melakukan shalat berdiri, walaupun dengan bantuan tongkat atau bersandar pada sesuatu, maka seseorang harus melakukan shalat sebisa mungkin dengan sesuai kemampuan dengan urutan sbb:
a. Duduk
b. Berbaring pada sebelah kanan dengan menghadapkan bagian depan badannya kearah qiblah.
c. Berbaring pada sebelah kiri dengan menghadapkan bagian depannya kea rah qiblah.
d. Terlentang dengan menghadapkan kedua telapak kakinya kea rah qiblah.

4) Ruku
Adalah membungkukkan badan seukuran sampainya dua tangan ke lutut.
Wajib pada ruku beberapa hal berikut:
a. Tenang (thuma’ninah)
b. Membaca tasbih pendek yaitu (subhanallah) sebanyak tiga kali atau tasbih panjang yaitu (subhana Robbiyal a’ziymi wabihamdih) sebanyak sekali. Dan mustahab diulang-ulang dengan jumlah ganjil.
Jika seseorang karena lupa langsung menuju sujud, jika ingat:
• Di saat sebelum meletakkan dahinya ke tempat sujud, maka ia wajib berdiri tegak dan membungkukkan badannya dengan niat ruku’
• Di saat telah meletakkan dahinya ke tempat sujud, mak batallah shalatnya.
5) Dua kali sujud dalam satu rakaat
Sujud adalah meletakkan tujuh anggota (dahi, dua telapak tangan, dua lutut, dan dua ujung ibu jari kaki) ketempat shalat.

Wajib di dalam sujud beberapa hal berikut:
a. Tenang (thuma’ninah)
b. Membaca tasbih pendek yaitu (subhanallah) sebanyak tiga kali atau tasbih panjang yaitu (subhana Robbiyal a’ziymi wabihamdih) sebanyak sekali. Dan mustahab diulang-ulang dengan jumlah ganjil.
c. Menekankan tujuh anggota tersebut ke tempat shalat (tidak sekeda nempel)
d. Tidak boleh tempat dahi lebih tinggi dari tempat lutut lebih dari satu batu bata atau empat jari dengan dirapatkan.
e. Khusus dahi diisyaratkan dari tanah atau sesuatu yang tumbuh dari tanah, namun bukan bahan makanan atau pakaian, atau kertas.
Bagi orang yang pada dahinya ada udzur, sehingga tidak memungkinkan untuk sujud, maka bisa sujud sesuai dengan kemampuan sesuai urutan di bawah ini:
a. Pelipis bagian kanan
b. Pelipis bagian kiri
c. Dagu
d. Bagian lain dari wajah
Bagi orang yang tidak memungkinkan untuk sujud (karena gemuk, sakit dll) maka ia wajib sujud sebisa mungkin, walaupun hanya menganggukkan kepalanya dan mengangkat turbah / kertas.

2. Wajib Non Rukun (Ghayru Rukny)
Adalah kewajiban yang harus dilakukan dan akan batal shalat ketika ditambah atau ditinggalkan dengan sengaja. Yaitu hal-hal berikut:
1) Membaca fatihah, surah dan dzikir
Wajib pada rakaat pertama dan kedua dari shalat wajib membaca surah al-Fatihah dan satu surah sempurna setelahnya. Adapun pada rakaat ketiga dan keempat, boleh memilih antara surat al-Fatihah dan membaca tasbih berikut sebanyak sekali dan lebih mustahab tiga kali yaitu:
Subhanallah Walhamdulillah Wala Illaha Illaallah Waallahhuakbar
Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam bacaan:
I. Basmalah adalah bagian dari setiap surat al-Fatihah dan setiap surat lainnya, oleh karena itu wajib membacanya sebelum setiap surat, kecuali surat At-taubah (Bara ah) bahkan menurut Imam Khomeini wajib menentukan terlebih dahulu surat yang akan di baca sebelum membaca basmalah.
II. Tidak diperkenankan membaca surat yang panjang sehingga menyebabkan habis waktu.
III. Tidak diperkenankan membaca surat azaa im yang empat dan jika karena lupa membacanya dan sampai pada ayat yang wajib sujud tilawah, atau mendengar orang lain membacanya, maka wajib nenundukkan kepala sebagai isyarat suud dan Ahwath mustahab setelah salat sujud tilawah.
IV. Khusus surat adh-Dhuha dan surat al-Insyirah wajib digabung dengan tetap membaca basmalah diantara keduanya. Begitu juga surat al-Fiyl dan Quraisy.
V. Bagi seorang laki-laki wajib untuk mengeraskan suaranya (menampakkan huruf-huruf bacaannya) pada saat membaca al-Fatihah dan surat pada rakaat pertama dan kedua shalat shubuh. Mghrib dan Isya’. Sebaliknya wajib memelankan pada rakaat ketiga dan ke empat semua shalat. Adapun pada rakaat pertama dan kedua shalat Dhuhur dan Ashar wajib dipelankan semua bacaan kecuali dianjurkan bacaan basmalah saja untuk dikeraskan.
VI. Bagi wanita tidak ada kewajiban untuk mengeraskan bacaan, kecuali pada bacaan yang wajib dikeraskan oleh seorang laki-laki ia boleh memilih antara mengeraskan dan memelankan jika shalat sendirian atau di sebelah suami atau di sebelah suami atau muhrimnya.
VII. Bacaan diwajibkan benar, artinya tidak boleh merubah satu huruf dengan huruf lain. Adapun hokum-hukum tajwid lainnya, maka lebih baik jika diperhatikan juga.
VIII. Bagi yang tidak bisa membaca dengan benar dan tidak mungkin untuk belajar sehingga benar, maka dianggap sah dengan bacaan yang ada. Walaupun dianjurkan (ihtiyath mustahab) untuk selalu berjamaah.
IX. Bagi yang bisa belajar namun tidak belajar, maka ihtiyath wajib untuk selalu berjamaah sebisa mungkin.