Investasi BEP sampai 150% dalam 81 hari

Minggu, 24 Mei 2009

ARTIKEL



KEDUDUKAN NABI MUHAMMAD SAW DALAM Al-QUR’AN

(QS. Al – Ahzab: 40)
40. Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu[1223]., tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
[1223]. Maksudnya: Nabi Muhammad s.a.w. bukanlah ayah dari salah seorang sahabat, karena itu janda Zaid dapat dikawini oleh Rasulullah s.a.w.

(QS. Al – Baqarah: 31)
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"

(QS. Al – Baqarah: 34)
34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: "Sujudlah[36] kamu kepada Adam," maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
[36]. Sujud di sini berarti menghormati dan memuliakan Adam, bukanlah berarti sujud memperhambakan diri, karena sujud memperhambakan diri itu hanyalah semata-mata kepada Allah.

(QS. Al – Baqarah: 253)
253. Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya[158] beberapa derajat. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus[159]. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.
[158]. Yakni Nabi Muhammad s.a.w.
[159]. Lihat no. [69].
[69]. Maksudnya: kejadian Isa a.s. adalah kejadian yang luar biasa, tanpa bapak, yaitu dengan tiupan Ruhul Qudus oleh Jibril kepada diri Maryam. Ini termasuk mukjizat Isa a.s. Menurut jumhur musafirin, bahwa Ruhul Qudus itu ialah malaikat Jibril.

(QS. Al – Baqarah: 285)
285. Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat." (Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."

(QS. Al – Ahqaaf: 35)
35. Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. Pada hari mereka melihat azab yang diancamkan kepada mereka (merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) suatu pelajaran yang cukup, maka tidak dibinasakan melainkan kaum yang fasik.

(QS. Al – Qalam: 48)
48. Maka bersabarlah kamu (hai Muhammad) terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang yang berada dalam (perut) ikan ketika ia berdoa sedang ia dalam keadaan marah (kepada kaumnya).

(QS. Thaahaa: 115)
115. Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan[947] kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.
[947]. Perintah Allah ini tersebut dalam ayat 35 surat Al Baqarah.
35. Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini[37], yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
[37]. Pohon yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan, sebab Al Quran dan Hadist tidak menerangkannya. Ada yang menamakan pohon khuldi sebagaimana tersebut dalam surat Thaha ayat 120, tapi itu adalah nama yang diberikan syaitan.
120. Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi[948] dan kerajaan yang tidak akan binasa?"
[948]. Pohon itu dinamakan Syajaratulkhuldi (Pohon kekekalan), karena menurut syaitan, orang yang memakan buahnya akan kekal, tidak akan mati, selanjutnya no. [37].

(QS. Al – Maa’idah: 48)
48. Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian[421] terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu[422], Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu,
[421]. Maksudnya: Al Quran adalah ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya. [422]. Maksudnya: umat Nabi Muhammad s.a.w. dan umat-umat yang sebelumnya.



(QS. Al – An’am: 91)
91. Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya, di kala mereka berkata: "Allah tidak menurunkan sesuatupun kepada manusia." Katakanlah: "Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai-berai, kamu perlihatkan (sebahagiannya) dan kamu sembunyikan sebahagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya) ?" Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya[491].
[491]. Perkataan biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya adalah sebagai sindiran kepada mereka, seakan-akan mereka dipandang sebagai kanak-kanak yang belum berakal.

(QS. Al – A’ raaf: 156)
156. Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia ini dan di akhirat; sesungguhnya kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. Allah berfirman: "Siksa-Ku akan Kutimpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.

(QS. Al – Anbiyaa’: 107)
107. Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.

(QS. Faathir: 15)
15. Hai manusia, kamulah yang berkehendak kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji.

(QS. At – Taubah: 74)
74. Mereka (orang-orang munafik itu) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakitimu). Sesungguhnya mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir sesudah Islam dan mengingini apa yang mereka tidak dapat mencapainya[650], dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), kecuali karena Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertaubat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka sekali-kali tidaklah mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di muka bumi.

(QS. At – Taubah: 128)
128. Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.



(QS. An – Naml: 40)
40. Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari AI Kitab[1097]: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip." Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia."
[1097]. Al Kitab di sini maksudnya: ialah Kitab yang diturunkan sebelum Nabi Sulaiman ialah Taurat dan Zabur.

(QS. Ar – Ra’d: 43)
43. Berkatalah orang-orang kafir: "Kamu bukan seorang yang dijadikan Rasul." Katakanlah: "Cukuplah Allah menjadi saksi antaraku dan kamu, dan antara orang yang mempunyai ilmu Al Kitab"[778].
[778]. Yaitu ulama-ulama ahli Kitab yang memeluk agama Islam.

(QS. Al – A’raaf: 180)
180. Hanya milik Allah asmaa-ul husna[585], maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya[586]. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
[584]. Yaitu: dengan membiarkan orang itu bergelimang dalam kesesatannya, hingga orang itu tidak sadar bahwa dia didekatkan secara berangsur-angsur kepada kebinasaan.
[585] Maksudnya: nama-nama yang agung yang sesuai dengan sifat-sifat Allah.
[586] Maksudnya: janganlah dihiraukan orang-orang yang menyembah Allah dengan nama-nama yang tidak sesuai dengan sifat-sifat dan keagungan Allah, atau dengan memakai asmaa-ul husna, tetapi dengan maksud menodai nama Allah atau mempergunakan asmaa-ul husna untuk nama-nama selain Allah.

(QS. Al – Kahfi: 65)
65. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami[886].
[886]. Menurut ahli tafsir hamba di sini ialah Khidhr, dan yang dimaksud dengan rahmat di sini ialah wahyu dan kenabian. Sedang yang dimaksud dengan ilmu ialah ilmu tentang yang ghaib seperti yang akan diterangkan dengan ayat-ayat berikut.

(QS. Al – Anbiyaa’: 27)
27. mereka itu tidak mendahului-Nya dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintahNya.

(QS. Al – Haaqqah: 40)
40. Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia.


(QS. Faathir: 1)
1. Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

(QS. At – Takwiir: 20)
20. yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy,

(QS. At – Takwiir: 21)
21. yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya.

(QS. Al – Mursalaat: 1 – 6)
1.Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan,
2.dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya[1537],
[1537]. Maksudnya: terbang untuk melaksanakan perintah Tuhannya.
3. dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Tuhannya) dengan seluas- luasnya[1538],
[1538]. Di waktu malaikat turun untuk membawa wahyu, sebagian ahli Tafsir berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan an naasyiraat ialah angin yang bertiup dengan membawa hujan.
4. dan (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang hak dan yang bathil) dengan sejelas-jelasnya,
5. dan (malaikat-malaikat) yang menyampaikan wahyu,
6. untuk menolak alasan-alasan atau memberi peringatan.

(QS. Az – Zumar: 42)
42. Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1313]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.
[1313]. Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.

(QS. Al – An’aam: 61)
61. Dan Dialah yang mempunyai kekuasaan tertinggi di atas semua hamba-Nya, dan diutus-Nya kepadamu malaikat-malaikat penjaga, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat- malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.

(QS. Al - Qadr: 4)
4. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.

PERISTIWA-PERISTIWA PENTING

1 Muharram : Tahun Baru Islam
10 Muharram : Khoul Imam Husain a.s
25 Muharram : Khoul Imam Ali Zaenal Abidin a.s
7 Shafar : Khoul Imam Hasan al Mujtaba a.s
Wiladah Imam Musa al Kadzhim a.s
20 Shafar : Arbain Imam Husain a.s
28 Shafar : Khoul Rasulullah S.A.W
29 Shafar : Khoul Imam Ali ar Ridha a.s
8 Rabi’ul Awwal : Khoul Imam Hasan al Ashari a.s
12 Rabi’ul Awwal : Maulid Nabi Muhammad S.A.W
17 Rabi’ul Awwal : Wiladah Rasulullah S.A.W
Wiladah Imam Ja’far as Shadiq a.s
8 Rabiul Tsani : Wiladah Imam Hasan al Ashari a.s
3 Jumadil Tsani : Khoul Sayyidah Fatimah a.s
20 Jumadil Tsani : Wiladah Sayyidah Fatimah a.s
1 Rajab : Wiladah Imam Muhammad al Baqir a.s
3 Rajab : Khoul Imam Ali Al Hadi a.s
5 Rajab : Wiladah Imam Ali Al Hadi a.s
10 Rajab : Wiladah Imam Muhammad al Jawad a.s
13 Rajab : Wiladah Imam Ali bin Abi Thalib a.s
25 Rajab : Khoul Imam Musa al Kadzhim a.s
3 Syaban : Wiladah Imam Husain a.s
5 Syaban : Wiladah Imam Ali Zaenal Abidin a.s
15 Syaban : Wiladah Imam Mahdi a.s
15 Ramadhan : Wiladah Imam Hasan al Mujtaba a.s
21 Ramadhan : Khoul Imam Ali bin Abi Thalib a.s
25 Ramadhan : Khoul Imam Ja’far ash Shadiq a.s
11 Dzulqoidah : Wiladah Imam Ali ar Ridha a.s
29 Dzulqoidah : Khoul Imam Muhammad al Jawad a.s
7 Dzulhijjah : Khoul Imam Muhammad al Baqir a.s


ALI BIN ABI THALIB PENDIRI MAZHAB CINTA
Satu-satunya manusia yang dilahirkan di bawah naungan Ka'bah adalah Ali bin Abi Thalib. Ketika ibunya, Fathimah binti Asad, dalam keadaan hamil tua, ia thawaf mengelilingi Ka'bah. Pada saat itulah, datang tanda-tanda bahwa ia akan segera melahirkan. Abu Thalib lalu membawanya masuk ke dalam Ka'bah dan di tempat itulah Ali bin Abi Thalib lahir.

Menurut satu riwayat, ibunya meminta agar anak yang baru lahir itu diberi nama Haidar, yang berarti singa. Kakek dari arah ibunya bernama Asad, yang juga berarti singa. Tetapi Abu Thalib berkata, "Kita tunggu saja sampai Rasulullah saw datang." Masih menurut riwayat ini, Ali kecil tidak mau menyusu kepada ibunya sebelum Rasulullah saw datang. Ketika Rasulullah saw tiba, ia mengecup Ali dan Ali pun mengecup Nabi. Rasulullah saw menamainya 'Ali yang berarti orang yang memiliki ketinggian. ' Ali adalah salah satu nama Tuhan. Misalnya dalam ayat, "Wa l� ya'udduhū hifzhuhum� wa huwal 'aliyul 'azhīm." (QS. Al-Baqarah 255). Sama halnya dengan nama Muhammad, yang juga merupakan nama Tuhan, seperti dalam hadits Qudsi, "Ana Mahmud, wa anta Muhammad. Aku Tuhan adalah Yang Terpuji dan engkau juga adalah yang terpuji,"

Ali tumbuh besar bersama Rasulullah saw. Ketika Abu Thalib mengalami kebangkrutan dalam usahanya, ia mengirim putra-putranya ke tempat para saudaranya. Ali bin Abi Thalib diambil oleh Rasulullah saw. Ia dipelihara di dalam keluarga Nabi bersama Sayyidah Khadijah Al-Kubra. Karena Rasulullah saw tidak mempunyai anak laki-laki, Nabi sering memperlakukan Ali bin Abi Thalib sebagai anak laki-lakinya.
Setelah Rasul meninggal dunia, ia sering bercerita bagaimana beliau suka merapatkan tubuhnya kepada tubuh Rasulullah saw. Imam Ali kw berkata bahwa ia masih dapat mengenang harumnya tubuh Rasul yang mulia. Rasul sangat mencintai Ali dan Ali pun sangat mencintainya.

Kelak pada zaman pemerintahan Muawiyah, Muawiyah menerapkan peraturan yang mengharuskan khatib di setiap akhir khutbahnya untuk melaknat Imam Ali kw. Orang dipaksa untuk menghujat Imam Ali kw. Ada seorang sahabat Nabi yang pergi ke mimbar untuk melaknat Imam Ali kw tetapi ia hanya berkata, "Demi Allah, ada tiga hal yang menyebabkan aku tidak mungkin mengutuk Ali bin Abi Thalib. Jika salah satu dari tiga hal itu saja ada pada diriku, itu lebih baik dari dunia dan segala isinya." Hal pertama ialah bahwa Rasulullah saw pernah berkata sebelum Perang Khaibar, "Akan kuserahkan bendera kepada seseorang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya dan dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya." Kemudian setelah itu, bendera diserahkan kepada Imam Ali kw. Lalu sahabat Nabi itu menyebut dua lagi peristiwa penting. Saya kutip hadits itu untuk menyatakan bahwa kecintaan Rasulullah saw kepada Ali bin Abi Thalib dinyatakan secara terbuka.

Ada sebuah hadits yang diterima keshahihannya oleh seluruh madzhab tetapi ditafsirkan berlainan. Hadits itu bercerita tentang peristiwa pada Haji Wada', tanggal 18 Dzulhijjah. Ketika Rasulullah saw pulang bersama rombongan hajinya dari Mekkah menuju Madinah, di suatu mata air bernama Khum, Rasulullah saw berhenti. Ia melingkarkan serbannya kepada Imam Ali kw. Nabi mengangkat tangan Ali dan bersabda, " Man kuntu maul�h, fa h�dza 'Aliyyun maul�h. Siapa yang menjadikan aku sebagai maulanya, hendaknya menjadikan Ali sebagai maulanya."

Menurut penafsiran Ahlu Sunnah, yang dimaksud dengan maul� di situ artinya adalah kekasih. Barang siapa yang menjadikan Nabi sebagai kekasihnya, hendaknya ia juga menjadikan Ali bin Abi Thalib sebagai kekasihnya. Penafsiran itu tidak salah. Ali adalah seseorang yang sangat dicintai dan dikasihi Rasulullah saw.

Ketika terjadi Perang Khandak, seorang kafir bernama 'Amr ibn Wud ingin memulai pertempuran dengan mengajak duel. Rasulullah saw bertanya kepada para sahabat-sahabatnya, "Siapa yang mau melawan 'Amr ibn Wud?" Semuanya diam, kecuali Ali yang masih sangat muda. Ia berdiri dan berkata, "Saya, Ya Rasul Allah." "Tidak," jawab Rasul, "aku cari orang yang lebih tua." Lalu Rasulullah saw menawarkan lagi kepada para sahabat tetapi tetap tidak ada yang menjawab. Semua orang tahu siapa 'Amr ibn Wud. Ia adalah jago pedang yang tak terkalahkan.

'Amr mengancam dari kejauhan, "Katanya kalau kalian mati dalam peperangan, kalian akan masuk surga. Siapa yang bersedia aku antarkan dengan cepat masuk ke surga?" Ancaman itu tidak ada yang menjawab kecuali Ali yang untuk kedua kalinya berdiri. Rasul kembali berkata, "Duduklah kamu sampai aku cari yang lebih tua lagi." Ketika untuk ketiga kalinya, masih tidak ada yang menjawab seruan itu, Rasulullah saw mengirim Ali bin Abi Thalib. Kepadanya diberikan Pedang Dzulfiqar.

Saat Ali bin Abi Thalib berangkat, Rasulullah saw menangis dan bersujud di medan peperangan. Rasul berdoa, "Ya Allah, Engkau telah mengambil Abu Ubaidah, Engkau telah mengambil Hamzah dari diriku. Janganlah Kauambil Ali."

Terjadilah duel itu. Suatu pertempuran yang amat dahsyat. Rasulullah saw menggambarkannya sebagai perang antara seluruh keislaman dan seluruh kekafiran. Mungkin yang dimaksud Rasul ialah, sekiranya Imam Ali kw kalah, maka kalahlah Islam secara keseluruhan dan jika Imam Ali kw menang, maka menanglah Islam secara keseluruhan. Atau barangkali yang beliau maksudkan ialah bahwa kepribadian Ali bin Abi Thalib itu mencerminkan seluruh keislaman dan kepribadian 'Amr ibn Wud itu mencerminkan seluruh kekafiran. Singkat cerita, kita tahu akhirnya Sayidina Ali yang memenangkan pertempuran. Ketika ia kembali, Rasulullah saw menciuminya dengan berurai air mata.

Pernah satu saat Imam Ali kw dikirim untuk menaklukan pemberontakan yang tidak bisa ditaklukan oleh para sahabat Nabi yang lain. Ketika Ali pulang dari tugas itu, sambil memeluk Ali, Nabi bersabda, "Kalau aku tidak takut umatku akan memperlakukan kamu seperti orang-orang Kristen memperlakukan Nabi Isa as, akan aku ceritakan kepada mereka sesuatu yang sekiranya jika engkau lewat, orang akan memperebutkan bekas injakan kakimu." Kemudian Rasulullah saw mengatakan sesuatu kepada Imam Ali kw dalam waktu yang lama. Karena lamanya hal itu, para sahabat bertanya-tanya ihwal apa perbincangan itu. Setelah Imam Ali kw keluar, ia berkata, "Baru saja Rasulullah saw membukakan kepadaku satu bab ilmu pengetahuan. Dan dari satu bab itu dibuka lagi seribu bab ilmu pengetahuan yang lain."

Rasulullah saw mendidik Imam Ali kw sejak kecil. Jika kita ingin tahu siapa kader Rasulullah saw yang dikaderkan sejak awal, maka itulah Imam Ali kw. Saya sebut sebagai 'kader', karena Rasulullah saw benar-benar mempersiapkan Imam Ali kw sejak awal. Rasulullah saw mengajarkan kepadanya satu pelajaran khusus yang tidak diberikan kepada sahabat-sahabatnya yang lain. Sebagian di antara kita merasa berkeberatan akan hal ini, "Masa Rasulullah saw mengajar dengan pilih kasih. Bukankah salah satu sifat Nabi adalah Al-Tabligh? Jadi, Nabi harus menyampaikan seluruhnya. Masa Nabi menyembunyikan kepada sebagian sahabat dan hanya menyampaikan kepada Ali bin Abi Thalib?"

Rasulullah saw adalah guru yang baik. Seorang guru yang baik tidak akan mengajarkan seluruh ilmu kepada semua orang. Ilmu itu hanya diajarkan sesuai dengan tingkat pengetahuan orang yang diajar itu. Imam Ali kw sebagaimana diakui oleh para sahabat yang lain adalah orang yang paling tinggi derajat keilmuannya. Karena itulah, tentu saja ada ilmu yang diajarkan kepada Imam Ali kw, yang belum bisa disampaikan kepada sahabat Nabi yang lain yang kualifikasi keilmuannya belum sampai ke situ.

Tentang ilmu Imam Ali kw ini, Rasulullah saw bersabda, "Ana madīnatul 'ilmi, wa 'Aliyyun b�buh�. Fa man ar�dal madīnah, fal ya'tih� min b�bih�. Akulah kota ilmu dan Alilah pintunya. Barang siapa yang mau memasuki kota, hendaklah ia datang melalui pintunya." Hadits ini sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah saw. Nabi mengkaderkan Ali sejak awal dengan maksud untuk mempersiapkannya sebagai pelanjut yang akan meneruskan ajaran Islam sepeninggal Rasulullah saw.

Ketika Rasulullah saw meninggal dunia, umur Imam Ali kw masih muda. Sekitar tigapuluh tahunan. Seperti kita ketahui, Ali masuk Islam pada usia yang amat belia, sepuluh tahunan. Imam Ali kw dikenal sebagai orang yang pertama kali masuk Islam. Sebagian orang memperkecil hal ini dengan mengatakan bahwa Ali itu lelaki pertama yang masuk Islam, karena yang pertama kali masuk Islam adalah Sayyidah Khadijah. Belakangan, kenyataan ini diturunkan lagi dengan menyatakan bahwa Ali adalah anak-anak yang pertama masuk Islam, karena laki-laki yang pertama masuk Islam itu adalah Abu Bakar. Malahan ada juga yang masih menurunkan hal ini dengan mengatakan bahwa keislaman Sayidina Ali adalah tidak sah, karena beliau masuk Islam ketika masih kecil.

Ciri-Ciri Mazhab Alawi

Imam Ali kw adalah pemberi ruh suatu mazhab di dalam Islam. Yang saya maksud dengan mazhab adalah cara memahami Islam. Islam itu satu, tetapi bagaimana orang memahami dan mengamalkan ajaran Islam, itu berbeda-beda. Dan itu sudah terjadi sejak zaman Rasulullah saw. Hampir setiap sahabat mendirikan mazhab. Ada Mazhab Umari dari Umar ibn Khattab, Mazhab Abdullah ibn Umar, Mazhab Abdullah ibn Mas'ud, dan Mazhab Abu Hurairah. Setiap sahabat memiliki mazhab sendiri-sendiri disebabkan dalam memahami agama Islam, pendapat mereka berlainan. Karena itulah, amalan yang dikerjakannya pun berlainan. Dalam Ilmu Komunikasi ada yang disebut dengan Teori KAP atau Knowledge, Attitude, dan Performance. Setiap orang mempunyai knowledge atau pengetahuan yang berbeda, yang tidak mungkin sama dengan orang lain. Jika pengetahuan berbeda, maka attitude atau sikap kita pun berbeda. Dan jika sikap berbeda, maka performance atau perilaku pun akan berbeda. Suatu mazhab adalah rangkaian Knowledge, Attitude, dan Performance dari sebuah agama.

Di Indonesia saja, terdapat banyak mazhab. Misalnya saja suatu mazhab melarang orang untuk menangis bila ditinggal mati oleh anggota keluarga atau orang yang dicintainya. Menurut pengetahuan ( knowledge) mereka, ada sebuah hadits Nabi yang mengatakan bahwa mayit akan disiksa oleh tangisan keluarganya. Dari situ tumbuhlah sikap ( attitude) tidak senang kepada orang-orang yang menangis kalau ditinggal mati dan sikap senang kepada orang-orang yang tidak menangis bila ditinggal mati. Jika seorang isteri tidak meneteskan air mata setitik pun ketika suaminya meninggal dunia, orang akan memujinya, "Hebat, itulah isteri yang sabar dan tabah." Dari sikap itu timbul perilaku ( performance) kita untuk tidak menangis bila kita ditinggal mati. Jadi, kita bisa melihat hubungan antara Knowledge-Attitude- Performance.

Sebagian mazhab lain berpendapat, mereka memiliki pengetahuan bahwa Rasulullah saw pernah menangis ketika ditinggal mati oleh putranya, Ibrahim. Ibrahim ialah putra Rasul dari Maria Al-Qibthiya yang lahir di Madinah. Rasulullah saw sangat menyayanginya karena Rasul belum pernah mempunyai anak laki-laki. Setiap selesai Shalat Ashar, Rasul selalu menggendong Ibrahim mengelilingi Kota Madinah. Ketika dalam usia yang masih sangat kecil, Ibrahim meninggal dunia. Rasulullah saw menangis. Beliau ditegur sahabatnya, "Ya Rasul Allah, kenapa kau menangis?" Rasulullah saw menjawab, "Inilah tangisan kasih sayang." Mazhab ini berpengetahuan bahwa menangis ketika ditinggal mati itu dicontohkan Nabi untuk mengungkapkan kasih sayang. Dari hal itu, tumbuh sikap senang jika melihat orang yang menangis ketika ada yang meninggal dunia. Orang itu dilihat sebagai orang yang penuh kasih sayang. Mazhab ini pun menilai bila ada orang yang tidak menangis ketika ditinggal mati, maka orang itu bukanlah orang yang tabah, melainkan orang yang tidak punya kasih sayang. Perilaku yang muncul dari hal ini ialah jika ia ditinggal mati, ia akan menangis.

Kedua mazhab di atas sama-sama memahami ajaran Islam. Tetapi pengetahuan- nya berbeda, sikapnya berlainan, sehingga kemudian akhirnya perilakunya pun tidak sama.

Di zaman Nabi, setiap sahabat memiliki mazhabnya masing-masing. Secara garis besar, kita bisa membaginya ke dalam dua kelompok; kita sebut saja Mazhab Ali bin Abi Thalib (Mazhab Alawi) dan Mazhab Umar bin Khattab (Mazhab Umari). Apa perbedaan kedua mazhab ini? Mazhab Ali ditandai dengan keyakinan bahwa seluruh sunnah Rasulullah saw, baik dalam bidang akidah, ibadah, maupun mualamalah, harus diikuti tanpa kecuali. Menurut Mazhab Ali, Rasulullah saw tidak pernah berijtihad, karena ketentuan Nabi adalah nash. Rasulullah saw tidak pernah berbicara atas hawa nafsunya, melainkan atas wahyu yang diterimanya. Wa m� yanthiqu 'anil haw� in huwa ill� wahyu yūh�. (QS. Al-Najm 3) Rasulullah saw tidak pernah salah. Oleh karena itu, kita harus mengikuti semua yang diajarkan Rasulullah saw.

Adapun Mazhab Umari berpendapat bahwa kita harus mengikuti Rasulullah saw di dalam dua hal saja; urusan akidah dan ibadah. Dalam bidang muamalah atau keduniaan, Rasulullah saw tdiak wajib dipatuhi. Menurut mazhab ini, Rasulullah saw juga suka berijtihad dan kadang-kadang ijtihadnya salah. Oleh sebab itu, tidak perlu kita ikuti ijtihad yang salah. Rasulullah saw sering alpa dan salah. Bahkan Rasulullah saw pernah ditegur Allah swt dan kemudian dibetulkan oleh sahabatnya, seperti dalam peristiwa Perang Badar. Menurut hadits yang diriwayatkan oleh mazhab ini, ketika perang berkecamuk, terdapat banyak tawanan. Rasulullah saw menginginkan agar tawanan itu dibebaskan dengan sejumlah uang tebusan. Sedangkan Umar bin Khattab menghendaki agar tawanan itu dibunuh saja semua. Akhirnya turun satu wahyu yang membenarkan Umar dan menyalahkan Rasulullah saw. Malahan Rasulullah saw ditegur Allah swt, "Kamu mencintai dunia, sementara Umar mencintai akhirat."

Saya tidak akan lebih lanjut membandingkan kedua mazhab ini secara keseluruhan. Saya hanya akan memberikan ciri-ciri khas dari Mazhab Alawi. Ciri yang pertama, Mazhab Alawi menerima seluruh sunah Nabi. Baik dalam hal akidah, ibadah, ataupun muamalah. Tidak ada pemisahan antara urusan dunia dan urusan agama. Tidak ada dalam mazhab ini hadits yang berbunyi, "Antum a'lamu fī umūrī dunyakum. Kamu lebih mengetahui urusan duniamu." Ciri yang kedua, Mazhab Alawi ialah mazhab yang sangat mencintai persatuan di antara kaum Muslimin. Imam Ali kw sangat mencintai persatuan sehingga ketika ada orang yang berontak kepadanya, ia malah mengirim surat yang isinya mengajak mereka untuk berdamai. Bahkan ketika Imam Ali kw pernah hampir memenangkan suatu pertempuran, lawannya mengajak berdamai sehingga Imam Ali kw menghentikan peperangan. Tentu saja, hal ini menimbulkan reaksi dari para pengikutnya sendiri yang hampir memperoleh kemenangan.

Kecintaan Imam Ali kw terhadap persatuan kaum Muslimin dapat kita lihat dari suatu peristiwa peperangan antara Imam Ali kw dengan sesama umat Islam lagi. Saat itu, ada seseorang yang bingung harus bergabung ke kelompok mana. Karena kedua-duanya adalah kaum Muslimin. Ia bertanya kepada Amar bin Yasir -yang sudah berusia amat tua. Amar berkata, "Kau lihat bendera di sebelah sana? Dahulu di bawah bendera itu, kami berjuang bersama Rasulullah saw untuk membela turunnya Al-Qur'an. Sekarang di bawah bendera itu, kami berjuang untuk membela penafsiran Al-Qur'an. Dahulu kami berperang 'ala tanzīlil Qur'�n, sekarang kami berperang 'ala ta'wīlil Qur'�n"

Orang-orang bertanya kepada Imam Ali kw, "Mau Anda sebut apa orang yang memerangi Anda itu?" Seseorang meng-usulkan, "Itulah orang-orang kafir." Tapi Imam Ali kw menolak, "Tidak, mereka bukan orang kafir. Mereka mengucapkan syahadat dan melakukan shalat." "Kalau begitu, merekalah orang-orang munafik," berkata para pengikutnya. "Tidak," ucap Imam Ali kw, "orang-orang munafik itu sedikit dzikirnya sedangkan mereka banyak dzikirnya." Orang-orang bingung, "Kalau begitu, bagaimana kami harus memanggil mereka, Ya Amiral Mukminin." Imam Ali kw menjawab, "Itulah saudara-saudara kita yang berbeda faham dengan kita."

Ciri yang ketiga, Mazhab Alawi adalah mazhab cinta. Inilah sejenis keberagamaan yang didasarkan kepada cinta. Kita lihat doa-doa Imam Ali kw, doa-doa itu menggambarkan kecintaannya kepada Allah swt. Jika kita belajar Tasawuf, yang keberagamaannya didasarkan pada cinta atau mahabbah, seluruh aliran tarekat dalam Tasawuf itu bermuara pada Imam Ali kw dan keturunannya. Misalnya Tarekat Qadiriyah Naqsabandiyah.

Doa di dalam Mazhab Alawi dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah swt. Hanya dalam Mazhab Alawi, kecintaan kepada Allah swt mencapai puncaknya. Seperti dalam doa Imam Ali kw yang diajarkan secara khusus kepada muridnya, Kumayl bin Ziyad. Kumayl adalah murid Imam Ali kw yang paling setia. Karena kesetiaannyalah maka doa ini hanya diajarkan kepadanya. Saya akan tutup tulisan ini dengan menampilkan beberapa bait dari Doa
Kumayl tersebut yang menunjukkan begitu dalamnya kecintaan mazhab ini kepada Allah swt;
Tuhanku, junjunganku, pelindungku, pemeliharaku Sekiranya aku mampu bersabar menanggung azab-Mu
Bagaimana mungkin aku mampu bersabar berpisah dari-Mu
Sekiranya aku mampu bersabar menahan api neraka-Mu
Bagaimana mungkin aku mampu bersabar tidak memandang wajah-Mu
Bagaimana mungkin aku tinggal di neraka
Padahal harapanku adalah ampunan-Mu

Tuhanku, limpahkanlah kepadaku anugerah-Mu.
Sayangi aku dengan karunia-Mu
Jagalah aku dengan seluruh kasih sayang-Mu
Jadikan lidahku selalu bergetar menyebut asma-Mu
Dan hatiku dipenuhi dengan kecintaan kepada-Mu

Kepedihan Ali bin Husain AS
Assalamu alal Husain, Ali bin Husain, Awlaadil Husain, Ashaabil Husain

Kondisi Ali bin Husain
Ali bin Husain atau Ali al Awsath adalah salah seorang putera Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib yang ikut dalam kafilah kematian karbala. Kala itu usia beliau menginjak 23 tahun. Beliau as sedang sakit keras pada saat itu, sehingga harus ditandu untuk mengikuti ayahnya. Beliau tak mampu untuk duduk maupun berdiri, hanya bisa tergeletak dan berjuang melawan pedihnya penyakit pada saat itu. Dan dengan kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa pula beliau selamat dari pembunuhan. Kepedihan as Sajjad sangat mendalam atas musibah yang menimpa keluarganya di padang karbala, serta musibah atas perilaku umat datuknya. Beliau menyaksikan dengan mata kepala sendiri atas kekejian dan kekejaman para binatang berwujud manusia, beliau mencium sendiri bau anyir darah yang membasahi bumi karbala. beliau melihat sendiri tenda-tenda wanita yang dibakar musuh serta jeritan mereka yang dianiaya. Dipaksa diambil antingnya hingga berdarah, diarak berkeliling kota layaknya topeng monyet, bahkan ada yang mau diperkosa. Beliau mengalami itu semua dan melihat dengan jelas secara langsung. Sehingga sepanjang hidupnya setelah itu tragedi karbala menyisakan kepedihan mendalam, yang selalu teringat dan terkenang. Bahkan untuk sesuap nasi pun tak sanggup beliau telan. Apalagi segelas air bila mengingat kejadian tersebut.

Adiknya menangis
Bagaimana beliau tidak bersedih dan merasa malu untuk meminum air, sementara dikala itu adinya al ashghar yang masih berusia bulan harus meminum darahnya sendiri. Adiknya yang masih mungil, badannya masih lemah, tidak mampu menahan kehausan dan lapar, harus berpuasa berhari-hari karena dipaksa oleh lawan-lawannya. Bagaimana tidak bersedih kala mendengar jeritan adik kecilnya yang kehausan selama berhari-hari, sehingga tenggorokannya kering. Sementara tidak ada asi maupun air yang sanggup diberikan oleh sanak kerabatnya. Bagaimana beliau tidak bersedih melihat adiknya yang mungil ditahan dari minum, sementara beliau mendengar sendiri gemercik sungai furat yang bahkan anjing dan babi pun bebas untuk meminumnya. Kesedihan apa yang sanggup digambarkan bila melihat adiknya sendiri harus meraung-raung menangis sehingga suaranya habis tanpa ia sanggup untuk membantunya. Apalagi ketika beliau melihat sendiri ayahnya yang sampai harus memohon belas kasihan pada musuhnya, berusaha memancing hati para musuhnya yang sudah mati dengan adiknya yang masih kecil. Bukannya hati mereka terpanggil untuk memberikan setitik air pada adiknya. Justru panah yang mereka berikan tepat pada tenggorokan sang adik. Bagaimana seorang kakak mampu menghadapi kondisi tersebut, dimana ia sendiri hanya bisa duduk terbaring melawan penyakit yang menimpanya. Betapa sedihnya beliau sebagaimana ayahnya al Husain sedih saat sang adik menegang, menggeliat dan meregang nya di dalam pelukan sang ayah. Sehingga langit dan bumi pun berebut untuk menyimpan darah sang adik kecil tak berdosa itu, darah dari keluarga mulia sang utusan. Darah dari al Musthofa.

Kakaknya yg mirip Rasul tega dihabisi
Bagaimana mungkin kita bisa menggambarkan kepedihan yang diderita oleh beliau ketika itu. Saat kakaknya sendiri Ali al Akbar harus bertarung sendirian menghadapi ribuan musuhnya. Kakak yang paling mirip dengan rasulullah dalam rupa maupun tindak tanduknya. Kakak yang dengannya orang-orang melepaskan rindu ketika mereka merindukan kebaikan Rasulullah. Kakak yang selalu tersenyum santun menyambut kedatangan beliau. Kakak yang selalu taat dan tunduk pada ayahnya. Kakak yang selalu mengasihi saudara-saudara dan adiknya. Kakak yang selalu baik hati dan siap membantu orang lain.
Kesedihan mendalam beliau alami ketika mengingat kembaran Rasul itu harus berperang dengan umat yang mengaku pengikut Rasul. Umat yang sehari-hari mengumandangkan nama-nama Rasul di setiap ”sholat”nya. Umat yang selalu mendengungkan sebagai pecinta Rasul, umat yang mengaku meneladani Rasul, umat yang mengklaim sebagai pewaris sah rasul. Umat yang mengaku sebagai pelanjur risalah Rasul dan kenabian. Tetapi di kala itu mereka malah membunuh dan membantai anak cucu dan keluarga Rasul yang disucikan. Tiada kata yang sanggup menggambarkan kepedihan beliau saat itu. Seakan-akan beliau melihat Rasulullah sendiri sedang dikurung oleh ribuan musuh, di cabik-cabik oleh pedang-pedang terlaknat, serta dihujani dengan tombak dan anak panah. Seakan-akan beliau melihat Rasulullah sendirian tanpa pembela, ditengah serigala yang mengaku sebagai ummatnya. Musibah dahsyat apa yang harus beliau tanggung ketika mendengar ucapan terakhir orang yang paling mirip rasulullah mengucapkan dengan menyayat hati Alaika minnis salam pada ayahnya. Di saat akhir hayatnya kepada ayahnya al Husain. Inna lillah wa inna ilaihi Rojiun.
Musibah ayahnya
Sementara itu beliau pun harus menyaksikan sendiri kepedihan ayahnya al Husain bin Ali. Kepedihan seseorang yang ditinggal mati oleh sahabat-sahabatnya. Sahabat-sahabat yang merupakan sahabat terbaik, tak pernah berkhianat, selalu mendukung dan membelanya. Beliau harus merasakan sendiri kesedihan ayahnya ketika ayahnya harus menyaksikan para sahabatnya jatuh bersimbah darah diatas pangkuannya sambil berkata “apakah aku sudah setia kepadamu?” Beliau harus melihat ayahnya kehilangan para sanak keluarganya yang juga tak kalah tragis terbunuhnya. Melihat ayahnya bahkan sampai harus jatuh bangun demi membopong Ali al Akbar. Merasakan duka ayahnya ketika pingsan saat ditinggal mati oleh al Abbas. Ohh wahai duka. Tak ada kata duka yang sanggup menggambarkan kondisi beliau saat itu.Wahai duka, apakah kau sanggup menggambarkan kedukaan seseorang yang melihat saudaranya harus dipenggal tangan kanannya, kemudian tangan kirinya dan akhirnya lehernya saat membawa qirbah air. Bagaimana engkau mampu menggambarkan kekecewaan al Abbas saat qirbahnya di panah, sehingga airnya tumpah. Air yang menjadi dambaan keluarga suci maulanya. Air yang maulanya memerintahkan untuk mengambilnya. Bagaimana duka mampu menggambarkan al Abbas ketika dia tidak mampu menunaikan tugas yang diberikan oleh maulanya.
Wahai duka bagaimana engkau akan menggambarkan kondisi Imam as Sajjad saat itu. Duka di atas duka. Derita bergulung-gulung. Luka dipanah luka.
Assalamu ala Ali bin Husain.

Ingin menolong ayah
Wahai kaum yang mengaku pecinta keluarga nabi, tidak kah engkau mampu merasakan kepedihan as Sajad? Ketika beliau harus tergolek tak berdaya, sementara para sahabat dan kerabatnya harus berjuang melawan serigala berwujud manusia. Tidakkah engkau merasakan betapa kesedihan beliau karena ke tak berdayaan beliau saat itu. Saat para sahabatnya dikepung ribuan tombak dan anak panah. Saat kerabatnya harus dipukul dari kiri dan kanan, atas dan bawah. Saat melihat ayahnya harus bersimbah darah para sahabat dan keluarganya. Saat melihat ayahnya harus jatuh pingsan ditimpa kesedihan. Tetapi beliau tak berdaya. Tidakkah engkau merasakan keinginan beliau yang sangat kuat untuk membantu mereka semua. Tidak kah engkau juga merasakan duka as Sajjad ketika beliau harus menyerah pada penyakitnya. Tak mampu menolong mereka semua, bahkan untuk memberikan rasa simpati terakhir. Kedukaan apa yang mesti dikatakan atas seseorang yang harus terbaring karena sakit. Berusaha duduk untuk membela, menggapai kanan kiri untuk coba bangkit. Menguatkan hati dan raga melihat semua derita itu. Tetapi dengan apapun mencoba beliau tetap tidak mampu menolong mereka semua. Bagaimanakah engkau mampu menggambarkan kedukaan as Sajjad saat itu?

Jeritan Ayahnya
Kedukaan dikala ayahnya memanggil-manggil umatnya dan berusaha menyadarkan mereka tetapi tidak ada yang bergeming. Derita yang harus beliau tanggung ketika tak mampu menyahuti panggilan sang ayah dan imam beliau : ”Man Anshoori Ila Llah?”. Kedukaan saat ayahnya sampai menjadi buta mendengar jeritan al Akbar, sehingga harus dituntun al Abbas. Kedukaan saat Ayahnya menjerit-jerit : ”Dimana engkau akbar, teruslah berteriak, aku tak mampu melihat engkau?”.
Wahai hati mampukah engkau menggambarkan ketakberdayaan seorang Anak ketika mendengar ”jeritan” ayahnya menyayat hati saat kepalanya harus dipisahkan dari badannya.... Ketika mendengar jeritan ayahnya : ”Wa Muhammadah, Wa Aliyah, Wa Hasanah, Wa Ja’farah, Wa Hamzatah, Wa Aqilah..................

Keinginan syahid
Menjadi syahid adalah cita-cita mukminin sejati. Apalagi syahid di dalam pangkuan maulanya. Tidakkah engkau merasakan keinginan beliau menjadi syahid saat tersebut. Yang kemenakan kecilnya saja mampu merasakan nikmatnya syahid dengan mengatakannya sebagai lebih manis dari madu. Bagaimana engkau mampu menggambarkan perasaan as Sajjad, ketika satu-persatu sahabat dan saudaranya merengguk nikmatnya madu syahadah, sementara beliau harus tergeletak lemah tak berdaya. Tidakkah engkau merasakan keinginan kuat menggapai syahadah, di kala pentas syahadah sudah digelar, sementara setiap orang telah memperoleh bagian syahadah yang dimimpikannya. Sementara beliau sendiri harus menunggu lagi beberapa lama. Tidakkah engkau merasakan ”kecemburuan” beliau ketika melihat orang-orang diberi nikmat syahadah, ditempatkan di surga tertinggi, di dekat para anbiya, syuhada, shiddiqin dan shalihin. Serta melihat para sahabat beliau di jamu oleh Rasulullah, amiril mukminin dengan tangannya sendiri. Dituangkan air dari telaga al kautsar dengan tangan-tangan suci mereka. Dan ditempatkan di tempat terdekat mereka. Bagaimana engkau harus menggambarkan keadaan seseorang yang harus sejenak menunggu untuk menjadi seperti mereka. Sementara yang lain sudah menggapainya?

Pembangkangan 10 Anak nabi Daud
Dikatakan bahwa tatkala Nabi Yusuf dibuang oleh saudara-saudaranya ke sumur, nabi Daud menjadi sedih, dan matanya menjadi putih dan buta. Nabi Daud mengetahui bahwa Yusuf masih hidup, dan kelak akan berjumpa kembali. Tetapi tetap saja kesedihan merasukinya. Kerinduan dengan Yusuf membuatnya menjadi buta. Itu adalah kondisi nabi Daud. Penderitaan As Sajjad lebih dari sekedar penderitaan Daud. Ketika Daud hanya ditinggal oleh seorang anaknya saja, Beliau harus ditinggal oleh seluruh sahabat, kerabatnya bahkan ayah dan maulanya sendiri. Ketika mata Daud menjadi putih saat ditinggal sementara oleh Yusuf, bagaimana dengan as Sajjad? Tidakkah beliau lebih hebat lagi. Beliau tidak hanya ditinggal sesaat untuk kemudian berharap bisa bertemu kembali, tetapi beliau ditinggal sebantangkara, dengan tanpa seorangpun mampu menjadi pelipur laranya. Sementara Daud masih memiliki bunyamin dan isteri-isterinya. Mata Daud menjadi putih dan bersedih akibat persekongkolan jahat para putra-putranya yang lain, yang mencelakakan dan mengasingkan Yusuf. Bagaimana sang Zainal Abidin tidak bersedih, yang bersekongkol tidak hanya 10 orang (seperti anak-anak Daud) tetapi seluruh penduduk kufah, yang jumlahnya ribuan orang. Bagaimana beliau tidak bersedih atas apa yang akan menimpa ribuan orang kufah tersebut. Sementara anak-anak Daud masih sempat bertaubat dan meminta ampun kepada Tuhannya. Tetap saja mata Daud menjadi buta dan memutih karena kesedihannya.
Tak terbayang olehku betapa besar penderitaan dan kesedihan yang dialami oleh sang Zainal Abidin ini.

Penghinaan bibi, pelecehan saudari
Kesedihan bagaimana yang mungkin dapat menggambarkan kondisi beliau. Dikala bibinya dirampas hijabnya yang selama ini terus dijunjung tinggi oleh beliau. Sementara beliau tergolek lemah dengan keinginan besar membantu, tetapi apa daya.... Beliau juga harus melihat telinga saudarinya terkoyak hancur demi anting-anting usang yang menghias saudarinya... Beliau harus mendengar jerit ketakutan kala melihat tenda-tenda mereka dibakar dan diporak porandakan. Beliau menyaksikan sendiri bagaimana para serigala berebut putri-putri suci nabi untuk dijadikan sebagai budak dan pelacur. Bagaimana hati tak trenyuh ketika kaki-kaki suci para wanita-wanita suci harus dirantai bak anjing-anjing yang digiring menuju tempat penyembelihan. Wahai duka nestapa. Bilamana engkau mampu menggambarkan kondisi sang Abidin ketika ribuan orang melempari mereka dengan makanan, sayuran dan buah-buahan busuk laksana seorang gila yang diarak-arak berkeliling kota. Sementara mereka adalah bidadari-bidadari Nabi. Kesedihan apa yang mampu engkau gambarkan atas keadaan as Sajjad menyaksikan itu semua, sementara beliau sendiri dipaksa dan tak mampu untuk membela mereka, sebagai satu-satunya lelaki yang masih hidup yang tersisa dari kafilah duka tersebut. Apa yang dapat engkau bayangkan atas kesedihan mendalam as Sajjad ketika harus dipaksa meninggalkan jasad ayahnya, saudaranya, kerabatnya, sahabatnya, dan semuanya tanpa dimandikan, tanpa dikebumikan, tanpa dikafani, tanpa disholati, tanpa dihormati, untuk berpamitan terakhir pun tidak mungkin, bahkan dengan anggota-anggota badan yang terpisah dari tubuh-tubuhnya. Terkoyak-koyak tak terurus, bak sampah yang setiap orang jijik untuk melewatinya.
Duka apa yang dapat engkau pikul seperti duka yang dipikul Sang Abidin, ketika kepala-kepala maulanya, saudaranya, kerabat dan sahabat-sahabatnya harus ditendang-tendang, dipukul-pukul, di ayun-ayun bagaikan bola. Diputar-putar, diarak diatas tombak-tombak duka. Sementara kepala-kepala itulah yang selalu menempel ditanah melakukan sujud. Bibir-bibir itulah yang selalu mengalunkan ayat-ayat suci Tuhan. Bibir itu pula yang selalu mengulas senyum dan menebarkan salam. Serta bibir dan leher itu pulalah yang selalu dicium dan dijaga oleh Rasul al Musthofa….

Penghalalan madinah
Duka semakin bertambah-tambah. Ulah penguasa semakin menjadi-jadi. Menghancurkan segala apa yang telah dibangun dan dirintis oleh datuknya. Kekacauan dan kerusakan yang ditebarkan oleh orang yang mengaku sebagai pengikut datuknya. Kebiadaban yang diterorkan oleh orang yang mengaku mengikuti agama datuknya. Kebejatan yang disebarkan oleh orang yang mengaku sholat seperti sholatnya datuknya.
Keluarga Nabi telah dihancurkan, menyisakan puing-puing derita. Tetapi seakan tidak cukup dengan itu semua, kota Nabi pun turut menjadi sasaran mereka. Makkah diserbu, ka’bah dihancurkan dengan ribuan batu. Madinah diserbu, dihancurkan, dan dibakar oleh umat yang mengaku sebagai umat yang kotanya mereka bakar. Bagaimana as Sajjad tidak merintih kala melihat ribuan gadis menjadi korban kebiadaban tentara terlaknat itu. Di depan mata beliau sendiri, sementara beliau ditahan tanpa mampu memberikan bantuan. Bagaimana beliau tidak berduka dikala ribuan bayi lahir tanpa ayah akibat kebinatangan pasukan laknat. Apa yang dapat beliau sampaikan untuk menghibur hati para wanita tersebut. Kehancuran yang ditorehkan oleh pasukan terlaknat yang dipimpin oleh orang yang terlaknat yang selalu membekas hingga akhir hayat mereka. Malu dan derita tak mungkin terbayangkan. Apalagi yang ditanggung oleh maula Ali Zainal Abidin....
Salam alaika ya maulay....

Kesedihan Ruhullah, Rasulullah, Imam Ali.
Para nabi dan rasul-rasul terdahulu selalu bersedih dan berbela sungkawa atas duka dan penderitaan yang akan dialami oleh al Husain beserta keluarganya dikala memasuki bulan Muharram.
Ruhullah Isa tersedu-sedu ketika sampai di Nainawa, dan membayangkan apa yang akan ditanggung oleh al Husain, sehingga pengikutnya ikut menangis meski tak mengerti sebabnya. Rasul pun menangis tatkala bayi mungil al Husain dilahirkan, bukannya kegembiraan yang ditunjukkan. Tangisan duka pertama atas al Husain adalah saat kelahiran beliau. Rasul Saww selalu menciumi leher mungil beliau dan memperingati kaumnya akan perlakuan atas cucunya ini. Rasul selalu berduka atas al Husain, begitu juga Amirul mukminin yang tersedu sedan saat tiba di karbala. Inilah tanah duka dan bencana....
Meski kejadian tersebut belum terjadi, mereka semua merasa berduka atas kabar yang telah disampaikan oleh langit.
Bagaimana mungkin engkau dapat menggambarkan duka yang harus ditanggung oleh As Sajjad.... Beliau harus mengalami semuanya itu.. melihatnya sendiri... mendengarnya sendiri... mencium segalanya sendiri secara langsung. Dengan mata beliau sendiri melihat banjir darah di nainawa, dengan telinga beliau sendiri beliau mendengar semua jeritan dan sayatan para kerabat dan sahabatnya, dengan hidung beliau sendiri beliau harus mencium bau amis keluarganya yang bercampur dengan debu – debu dan diinjak-injak oleh kuda-kuda terlaknat. Dengan hati beliau sendiri beliau harus merasakan duka dan jeritan para wanita ahlulbait tatkala Kuda putih al Husain harus kembali ke tenda sendiri, tanpa penunggang, dan dihujani panah........
Perilaku masyarakat
Yang lebih menyedihkan bagi beliau tentunya adalah perilaku masyarakat saat itu. Masyarakat sudah tak perduli lagi dengan kebaikan. Tak menghiraukan peringatan tentang penderitaan abadi. Tak malu hidup didalam kehinaan, penindasan dan teror dari penguasa. Meski darah-darah mereka telah ditumpahkan. Meski harta-harta mereka diambil, meski wanita-wanita mereka dilecehkan, meski anak-anak mereka dirusak moralnya. Mereka tetap takut, ciut nyalinya atas tindakan represif penguasa.
Mungkin, penduduk kufah saat itu adalah seperti kita saat ini. Dikala imam Husain belum datang kepada mereka, mereka saling berikrar, berbaiat, mengikat janji dan mengundang Imam Husain agar segera muncul dan hadir memimpin mereka dalam melawan penindasan saat itu. Tetapi, ketika sedikit ujian datang, saat Muslim bin Aqil ditindak penguasa dengan mengenaskan, nyali mereka menjadi ciut, patah arang, bahkan berbalik menjadi antek-antek penguasa. Sebelumnya ribuan surat mereka ajukan pada al Husain, dikala lain ribuan tombak panah dan pedang mereka hunuskan kepada al Husain. Dikala sebelumnya mereka mengelu-melukan kedatangan al Husain, dikala lain mereka mengolok-olok al Husain dan menghinakan keluarganya bak domba dan topeng monyet. Di kala sebelumnya mereka berdoa demi kemunculan al Husain dan menjadi pemimpin mereka atas penindasan, di kala lain mereka bersumpah serapah atas al Husain, mengoyak tubuhnya, mencincang jasadnya, merebut pakainnya, menghacurkan tangannya demi sepotong cincin, menarik sorbannya, menelantarkan jasadnya, menendangi kepalanya, mengarak keluarganya. Memperkosa umatnya. Mengangkangi haknya. Dan semua puncak kebejatan yang tak terlukiskan.

Tidak mudah menjadi pengikut al Husain dan al Qaim. Dikala lapang sangat mudah mengaku menjadi pengikut, belum tentu nanti disaat ujian telah datang.
Semoga Allah membantu kita di dalam perjuangan ini....

Assalamu alal Husain, Ali bin Husain, Awlaadil Husain, Ashaabil Husain.

MENANGIS ATAS TRAGEDI IMAM HUSAIN: SUNAH ATAU BID`AH?

Oleh: Muhammad Taqi

MUKADIMAH

Pertama-tama kami tegaskan bahwa masalah memperingati Tragedi Karbala (10 Muharram) bukanlah masalah khas Syi'ah, tetapi masalah islami. Sebab, Husain (salam Allah atasnya)—tokoh utama di balik tragedi tersebut— bukanlah pelita bagi orang-orang Syi'ah saja, tetapi beliau adalah lentera hati setiap mukmin, apapun mazhabnya. Maka, dari sini kami menyimpulkan bahwa apa saja yang berkaitan dengan peristiwa Karbala pada hakikatnya adalah fenomena dan tradisi islami.
Tema yang ingin kami kaji kali ini adalah tentang tangisan dan pengaruhnya terhadap perilaku manusia. Kami berusaha menjawab pertanyaan-pertanya an kritis seputar tangisan yang biasa dilakukan orang-orang Syi`ah saat mengenang peristiwa Karbala. Misalnya, mengapa kita menangisi Imam Husain, padahal beliau adalah penghulu para syuhada? Bukankah beliau telah mendapatkan tempat yang terhormat di sisi Allah? Apa rahasia di balik tangisan, teriakan, dan tamparan dada atau kepala yang dilakukan orang-orang Syi`ah di hari Asyura’? Bukankah tangisan itu menjerumuskan diri kita ke dalam kehancuran? Sampai kapan kita akan menangis sehingga kita meninggalkan aktifitas-aktifitas sehari-hari, padahal musuh-musuh kita selalu menanti kelenggahan kita? Apa manfaat tangisan ini? Apakah tangisan ini hanya, seperti kata orang, air mata buaya?
Kami akan menjawab pertanyaan-pertanya an tersebut dengan mengemukakan ayat-ayat Al-Quran al-Karim dan hadis-hadis Nabi yang otentik yang menunjukkan bahwa menangis merupakan tradisi (sunah) para nabi dan orang-orang saleh.
Tujuan utama kami adalah mengembalikan kebenaran ke tempat asalnya, sehingga tidak ada seorang Muslim yang berkata: Tinggalkanlah tangisan ini! Itu adalah bid'ah dan buatan (kreatifitas) orang-orang Syi'ah.
Akhirnya, Allah-lah yang mewujudkan segala keinginan dan Dia penunjuk jalan kebenaran.

KEADAAN MANUSIA

Manusia manapun pasti akan merasakan pahitnya kehidupan. Manusia tidak akan bisa menghindar dari kegetiran zaman dan perputaran roda kehidupan. Kata orang: Apabila masa cukup adil, maka hari ini Anda akan beruntung (baca: gembira) dan esok hari Anda akan merugi (baca: sedih).
Lembaran kehidupan manusia diawali dengan tangisan dan diakhiri pula dengan tangisan. Terkadang manusia dalam keadaan tertawa riang dan terkadang dalam keadaan menangis sedih. Manusia gembira dan tertawa ketika kehidupannya dikelilingi oleh kenikmatan-kenikmat an. Sebaliknya, ia sedih dan menangis ketika mengalami penderitaan dan kesusahan.
Tetapi, seorang Muslim sadar dan mengetahui bahwa dunia yang hina ini adalah tempat cobaan dan ujian. Dia tidak peduli dengan musibah-musibah keras yang menimpanya dan tidak pula dia mengeluh kesal atasnya. Dia berkata: “Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya kita kembali.” Dengan kesadaran penuh dia akan meneruskan perjalanan menuju Allah meski segudang rintangan menghadangnya. Sosok Muslim sejati seperti itu dapat kita lihat pada Nabi Yusuf As-Shidiq (yang benar) melalui perkataannya: “Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku.” (QS. Yusuf : 33)
Dan sosok Muslim hakiki seperti itu juga kita temukan pada pribadi Imam Husain ketika beliau menyampaikan kalimat abadinya: “Sungguh aku tidak melihat kematian kecuali kebahagiaan dan kehidupan bersama orang-orang zalim adalah kesengsaraan.”1
Ringkasnya, orang Muslim hakiki senantiasa mengingat Allah SWT dalam kelapangan dan kesempitan dan mengorbankan dirinya dan barang berharga yang dimilikinya untuk menegakkan agama-Nya. Maka, kebahagiaan abadi baginya hanya ditemukan di surga dan dunia baginya adalah tempat tangisan (cobaan) dan kehancuran.


TANGISAN DAN MANFAATNYA DALAM AL-QUR’AN

Kami akan menunjukkan beberapa ayat Al-Quran Al-Karim yang menunjukkan perlunya menangis beserta manfaatnya.
Dalil yang pertama: Allah SWT berfirman dalam surat An-Najm: “Apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu menertawakan dan tidak menangis?” (QS. An-Najm: 59-60)
Maknanya ialah: Apakah kalian heran (ingkar) terhadap Al-Quran al-Karim dan Rasulullah saw; dan kalian tertawa (mengejek) dan tidak menangis? Pertanyaan dalam ayat ini untuk mencaci.2
Dalil kedua: Firman-Nya dalam surat Maryam: “Dan ceritakanlah kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Quran al-Karim. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan ia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh umatnya untuk bersembahyang dan menunaikan zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Tuhannya. Dan ceritakanlah (kepada mereka kisah) Idris (yang tersebut) dalam Al-Quran al-Karim. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah SWT, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.” (QS. Maryam: 54-58)
Allah SWT menceritakan dalam ayat-ayat tersebut bahwa menangis termasuk karakterisktik moral para nabi. Dan nikmat menangis ini disebakan empat tingkatan spiritual: rida (ar-rida’), kebenaran (ash-shidiq), petunjuk (al-hidayah) dan pemilihan (al-isthifa'). Para nabi telah mencapai empat tingkatan spiritual yang tinggi ini.
Dalil ketiga: Allah Yang Maha Mulia berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya apabila Al-Quran al-Karim dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud, dan mereka berkata, “Maha Suci Tuhan kami; sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi.” Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusuk.” ( QS. Al-Isra’: 107-109)
Melalui ayat-ayat yang mulia di atas dapat kita simpulkan bahwa ilmu dan makrifat (pengetahuan) adalah penyebab timbulnya tangisan. Setiap orang yang mengetahui hakikat sesuatu, mengetahui hakikat Rasulullah saw, dan mengetahui hakikat Imam Husain yang mati syahid, maka hati nuraninya sangat peka atas penderitaan orang lain dan gampang menangis. Hal ini sesuai dengan hadis nabi yang berbunyi:
“Seandainya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kalian akan tertawa sedikit dan banyak menangis.”3
Tangisan yang hakiki ini menyebabkan timbulnya rasa khusyuk. Namun hati manusia tidak dapat menjadi khusyuk kalau mereka tidak merasa sedih atas musibah dan kesulitan yang menimpa orang lain.
Dalil keempat: “Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui; seraya berkata: ‘Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi.’” (QS Al-Maidah: 83)
Ayat di atas menjelaskan tentang sekelompok orang-orang Nasrani yang beriman di hadapan Rasulullah saw, lalu air mata mereka bercucuran karena mereka mengetahui kebenaran. Jadi, faktor timbulnya tangisan ini adalah pengetahuan akan kebenaran.

MENANGIS DALAM PANDANGAN HADIS

Pertama, disebutkan dalam hadis bahwa mata yang menangis adalah mata yang paling dicintai oleh Allah SWT.4
Kedua, semua mata akan menangis pada hari kiamat karena penderitaan dahsyat di hari itu kecuali mata yang pernah menangis atas musibah yang menimpa Imam Husain. Mata tersebut bergembira riang dengan nikmat surga.5
Ketiga, sesungguhnya mata akan mendapat kenikmatan ketika melihat telaga al-Kautsar di surga. Namun bukan hanya sekadar melihat karena boleh jadi setiap orang bisa melihatnya tetapi tidak mendapatkan kenikmatan.6
Keempat, dalam riwayat disebutkan bahwa para malaikat menyentuh mata untuk mengambil air mata darinya.7
Kelima, hati yang keras (yang tidak gampang menangis) jauh dari rahmat Allah SWT.8
Demikianlah sebagian riwayat yang telah mencapai batas mutawatir (hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi dan disepakati di kalangan ahli hadis) yang sangat menekankan pentingnya menangis, terutama menangis atas Imam Husain, pemimpin para syuhada.
Apakah emosi Anda tidak akan terbakar ketika mendengar musibah yang menimpa Husain bin Ali, dimana ia berlumuran darah, terputus anggota tubuhnya, dan di Karbala—setelah para pendukungnya berguguran—ia berteriak sendirian: “Adakah seseorang yang akan menolongku?” Bagaimana Anda tidak menangis sementara Tragedi Karbala merupakan tragedi yang paling memilukan dalam sejarah Islam, karena ia bukanlah peperangan dan pertempuran sebagaimana mestinya, namun ia adalah pembantaian yang sadis terhadap keluarga Rasulullah saw dan para pembela kebenaran.
Sebagian orang-orang Hindu yang menentang Islam menangis atas Imam Husain dan mengadakan majlis belasungkawa. Bahkan orang-orang yang memusuhi Imam Husain juga menangis di saat mereka menampakkan permusuhannya. Umar bin Sa`ad menangis ketika memerintahkan untuk membunuh Al-Husain. Orang yang menculik Fatimah Ash-Saghirah menangis,9 dan Yazid merasa kasihan ketika para tawanan dan kepala-kepala korban pembantaian Karbala dihadirkan di hadapannya.10

Usaha untuk Menangis

Nabi saw tidak hanya memerintahkan kita untuk menangis, bahkan beliau menganjurkan kita untuk pura-pura menangis (tab^aki), yaitu tindakan yang menyerupai orang yang menangis dengan tanpa meneteskan air mata. Dan ini sebagai dalil tentang pentingnya menangis dalam pandangan Islam.
Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw membaca ayat-ayat akhir dari surat Az-Zumar: “Dan orang-orang kafir digiring ke neraka Jahanam berombong-rombongan ,” di hadapan sahabat-sahabat Anshar. Kemudian, para sahabat tersebut menangis kecuali seorang pemuda dari mereka. Dia berkata kepada Nabi: “Tiada setetes air mata yang keluar dari mataku, tetapi aku pura-pura menangis.” Rasul saw menjawab: “Siapa yang berusaha menangis (meski dengan cara pura-pura menangis) maka baginya surga.”11 Berkenaan dengan hal ini, Syekh Muhamad Abduh berkata: “Pura-pura menangis adalah usaha untuk menangis yang bukan karena riya’.”12

Tangisan adalah Senjata Orang Mukmin

Dalam doa Kumail terdapat ungkapan sebagai berikut: “Dan senjatanya adalah tangisan.” Tangisan ini didorong oleh rasa takut pada Allah SWT dan karena rasa malu atas segala bentuk pelanggaran (dosa) dan perbuatan buruk. Dan tangisan seperti ini merupakan senjata orang mukmin dalam menghadapi perang hawa nafsu dan dalam pencapaian maqam (tingkat) spiritual.
Dalam biografi para imam dan para ulama (wali-wali Allah) disebutkan bahwa mereka sering menangis di malam hari. Konon, Imam Khomeini pernah menangis tersedu-sedu di tengah malam seperti seorang ibu yang kehilangan anaknya.

MENGAPA MENANGISI IMAM HUSAIN?

Ketika kita berbicara tentang Tragedi Karbala maka di antara pertanyaan klasik yang muncul ke permukaan ialah: mengapa kita menangisi Imam Husain? Ada beberapa jawaban yang akan kami sampaikan berkaitan dengan pertanyaan tersebut:
Pertama, tangisan atas Imam Husain adalah fenomena cinta dan loyalitas kepadanya. Apakah mungkin ketika Anda mendengar bencana dan musibah yang menimpa kekasih Anda atau teman akrab Anda, Anda menanggapinya dengan dingin dan tidak menangis? Imam Husain adalah kekasih setiap orang mukmin. Dia telah gugur dalam keadaan kehausan lagi teraniaya demi menegakkan kebenaran dan keadilan serta membela keimanan dan kemanusiaan.13
Imam Husain adaah kekasih setiap orang yang beriman dan bukan hanya kekasih orang Syi`ah. Dan tentu, setiap orang yang kehilangan kekasihnya, maka ia akan sedih dan menderita.
Kedua, Rasulullah saw dan para imam dari ahlul bait menangis atas musibah Imam Husain.14 Maka, apakah meneladani Rasul saw termasuk hal yang dibenci dan tercela, padahal Allah SWT telah memerintahkan kita untuk mengikuti Nabi sebagaimana firman-Nya: “Sungguh terdapat teladan yang baik pada diri Rasulullah saw bagi kalian dan bagi orang yang mengharapkan (pahala) Allah dan hari akhir.” (Al-Ahzab: 21)
Begitu juga para Imam, misalnya Imam Ali Zainal Abidin, yang hidup 35 tahun sepeninggal ayahnya, dimana beliau tidak dapat begitu saja melupakan perisitiwa Karbala. Dikisahkan, bahwa setiap kali dihidangkan makanan atau minuman di hadapannya, beliau selalu mengingat ayahnya Al-Husain lalu menangis sambil berkata, “Bagaimana aku mau makan sedangkan ayahku terbunuh dalam keadaan lapar dan bagaimanan aku mau minum sedangkan ayahku terbunuh dalam keadaan haus.”
Ketiga, menangisi para syuhada termasuk tradisi (sunah) Nabi saw. Ketika Rasul saw kembali dari peperangan Uhud dan tidak mendengar seorang pun menangis atas pamannya Hamzah, maka beliau marah terutama setelah melihat perempuan-perempuan menangisi para syuhada Anshar. Lalu beliau bersabda: “Orang seperti Hamzah layak untuk ditangisi para perempuan.”
Hamzah mati dengan tragis dimana jantungnya dimakan oleh Hindun yang terlaknat. Tapi, kematian Husain lebih tragis lagi, beliau mati dalam keadaan kelaparan dan kehausan, terputus kepalanya, telanjang tanpa busana selama 3 hari serta tersungkur di tanah dengan diinjak-injak kaki-kaki kuda. Hamzah gugur sebagai syuhada tidak di hadapan anak-anaknya dan keluarganya, tetapi Al-Husain dibunuh di depan mata dan telinga anak-anaknya dan keluarganya, bahkan sebagian besar mereka turut terbunuh bersamanya. Bahkan putri-putrinya ditawan dan dipermalukan setelah mereka sebelumnya (di zaman Nabi) dijaga dan dipingit.
Keempat, bahwa tangisan atas Imam Husain bukanlah tangisan kehinaan dan kekalahan, namun ia adalah protes keras atas segala bentuk kebatilan dan sponsornya di sepanjang zaman dan tempat. Muhammad Jawad Mughniyah mengatakan bahwa orang-orang Syi'ah tidak meneteskan air mata kehinaan dan kelemahan, tetapi mereka melantunkan nada-nada kesemangatan (perjuangan) dari tangisan mereka.15
Madrasah Karbala mengajari kita bahwa Yazid itu hidup di sepanjang masa dan begitu juga Husain. Tapi, berapa banyak yang “menjadi” Yazid di sekeliling kita dan berapa banyak yang “menjadi” Husain?
Orang-orang Syi'ah banyak mengambil pelajaran dari tragedi Karbala. Realitas membuktikan bahwa Hizbullah tetap konsisten dalam perjuangan mereka menentang agresi Israel di Libanon Selatan. Pemimpin mereka mengatakan bahwa perlawanan Islam ini diilhami oleh keberanian Imam Husain di Padang Karbala. Padahal mayoritas negara-negara Arab “mencium” tangan Israil yang berlumuran darah orang-orang Muslim yang tak berdosa. Bahkan, Mahatma Gandhi (mantan Presiden Hindia) pernah mengatakan bahwa dia belajar dari Revolusi Al-Husain. Mestinya sebagai orang-orang Islam, kita lebih layak untuk mengambil pelajaran dan hikmah dari madrasah Karbala.




HATI NURANI YANG MATI

Seorang yang tidak tersentuh dan tidak terpengaruh dengan kisah Tragedi Karbala perlu bertanya dan melakukan introspeksi diri: apakah ia masih mempunyai hati nurani yang sehat? Barangkali Allah telah mematikan dan mengeraskan hatinya sehingga lebih keras dari batu sekalipun. Padahal, di antara batu-batu yang keras itu ada yang mengalir sungai-sungai darinya dan ada yang terbelah lalu keluarlah mata air darinya serta ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. (QS. Al-Baqarah: 74)
Bagaimana seorang tidak menangis mendengar tragedi pembantaian berdarah di Karbala yang tidak cukup dijelaskan dengan kata-kata dan sulit digambarkan dengan lukisan! Bagaimana seorang Muslim yang berakal sehat tidak menangis sedangkan sejarah menceritakan kepadanya:
Wanita-wanita yang tidak memiliki pelindung dan penjaga… Anak-anak yatim yang tidak mengetahui masa depannya… Kemah-kemah yang dibakar… Perampasan dan perampokan… Pelarian dan pengusiran… Pelecehan kehormatan keluarga Muhammad saw…
Saat terjadi Tragedi Karbala, agama Muhammad diinjak-injak oleh para penjahat, dimana mereka baru kemarin mendengar Rasulullah saw bersabda: “Hasan dan Husain adalah dua pemuda penghuni surga.” Ironis sekali mereka mengaku sebagai seorang Muslim, tetapi tega melakukan kebiadaban yang orang Yahudi dan Nasrani pun memprotesnya. Dalam sejarah disebutkan, ketika utusan Kaisar menemui Yazid dan melihat kepala Al-Husain, dia terkejut dan berkata: “Di sebagian kepulauan di daerah kami terdapat kuku keledai Isa, lalu kami setiap tahunnya sering mengunjunginya guna menyampaikan nazar dan mengagungkannya sebagaimana kalian mengagungkan kitab-kitab kalian. Saya bersaksi bahwa kalian dalam kesesatan.”16
Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya terbunuhnya Al-Husain membakar hati orang-orang mukmin dan tidak akan pernah mendingin.”17
Orang-orang mukmin merasakan gelora dalam jiwanya ketika mengenang terbunuhnya Imam Husain, meskipun ada usaha-usaha untuk memadamkan gelora tersebut dan menyebarkan kesamaran dan tuduhan di balik Tragedi Karbala. Bani Umayah telah berusaha untuk memadamkan peringatan hari-hari Muharram (Syura') dengan berlindung di bawah topeng agama. Bani Umayah menjadikan tragedi itu sebagai hari raya bagi kaum Muslimin dan mensunahkan puasa di hari itu sebagai “tanda terima kasih” kepada Allah SWT atas keberhasilan mereka membunuh Al-Husain. Demikianlah yang terdapat dalam bagian doa ziarah Asyura’: “Inilah hari dimana Bani Umayah bersenang-senang.” Bani Umayah mengadakan acara-acara kesenangan dan tertawa riang ketimbang mengadakan acara-acara kesedihan dan tangisan. Mereka ingin memadamkan gelora itu dan ingin mendinginkannya, seakan-akan mereka tidak melakukan apa-apa, sebagaimana dilakukan Bani Israil dimana setelah mereka membunuh 70 nabi antara terbitnya fajar dan terbitnya matahari, mereka kembali duduk di pasar-pasar mereka untuk mengadakan jual-beli seakan-akan mereka tidak pernah melakukan sesuatupun.18 Tetapi Allah Maha Perkasa dan Dia memiliki balasan yang setimpal. Allah SWT tetap menyempurnakan cahaya-Nya meski Bani Umayah tidak suka. Allah tetap menjaga gelora spiritual itu tetap menyala di kalbu orang-orang mukmin dan tidak akan pernah padam sampai hari kiamat.

MENJERUMUSKAN DIRI PADA KEHANCURAN

Sebagian orang berkata bahwa orang-orang Syi'ah menjerumuskan diri mereka kepada kehancuran dengan menampar bahkan memukul dada mereka dan kepala mereka sampai melanggar batas kewajaran untuk memperingati Asyura’. Kami tegasan bahwa tamparan dan pukulan untuk mengenang Asyura’ bukanlah termasuk rukun dari rukun-rukun ajaran Syi'ah. Dan mayoritas fuqaha dan ulama tidak membolehkan hal itu jika sampai pada batas membahayakan. Tetapi, terkadang seorang yang menjalin ikatan emosi dengan orang lain, dia tidak mampu menguasai dirinya ketika mendengar kabar buruk yang menimpa kekasihnya, lalu dia pingsan atau boleh jadi mati seketika. Ketika tersebar kabar kematian Imam Khomeini, tanpa disadari beberapa orang mati juga di hari itu karena saking cintanya mereka kepadanya. Begitu juga, ketika penyanyi kesohor dari negeri Mesir, Ummu Kultsum meninggal dunia, beberapa penggemarnya juga mati, juga sebagian mereka berteriak-teriak histeris dan sebagian yang lain mencoba untuk bunuh diri.
Imam Husain adalah kekasih setiap mukmin dan mukminah dan teman dekat setiap Muslim dan Muslimah, sehingga setiap orang mukmin akan merasa sedih atas kepergiannya. Terkadang seorang menangis karena kematian seorang aktor atau artis film, maka bagaimana mungkin dia tidak menangis atas kematian Imam Husain yang mengajari dan menjaga nilai-nilai dan prinsip-prinsip kebenaran! Seandainya kalau bukan karena jihad sucinya, niscaya Islam akan lenyap bahkan namanya pun tidak akan terdengar.

MASYARAKAT YANG KERAS HATI

Masyarakat kita tidak terbiasa menangis tetapi mereka terbiasa untuk tertawa. Berapa banyak kita temukan majlis-majlis taklim yang dipenuhi dengan canda tawa. Para pemidato menyampaikan materi khotbahnya tidak dengan serius, bahkan sebagian mereka bercanda sampai pada batas melanggar etika dan menggunakan kata-kata jorok di atas mimbar dengan berlindung di bawah topeng agama. Tujuan pidato di atas mimbar adalah membuat para hadirin tertawa. Lalu, bagaimana pidato semacam ini bisa berpengaruh dalam perbaikan jiwa. Pidato semacam itu bukan saja untuk membikin pendengar tertawa tetapi juga untuk “menertawakan” agama. Jika salah satu hadirin ditanya tentang materi khotbah yang telah disampaikan, barangkali dia akan menjawab: penceramahnya lucu sekali.
Kita menemukan cukup banyak pabrik-pabrik canda dan tawa, tapi majlis-majlis serius dan yang membuat hadirin menangis karena teringat akan alam akhirat, kematian, dosa, dan perhitungan amal manusia bisa dihitung jari.
Musuh-musuh Islam telah berusaha--melalui kebudayaan palsu mereka--“membius” masyarakat-masyarak at Muslim, khususnya anak-anak muda dengan pelbagai sarana hiburan dan kesenangan yang terlarang dalam rangka menjauhkan kaum Muslimin dari agama dan jihad suci.
Islam tidak melarang manusia untuk menikmati pesona dunia selama tidak menjauhkan seseorang dari haribaan Tuhannya. Bersenang-senang dan tertawa terbahak-bahak jika telah sampai pada batas menjauhkan manusia dari Allah SWT, maka Islam melarangnya.


________________________________________
1 Al-Malhuf 'Ala Qatla Al-Thufuf, hal. 98

2 Silakan merujuk Al-Mizan, juz 19 hal. 44

3 Tsumma Ihtadaitu, hal. 63
4 Al-Bihar, juz 45, hal. 207
5 Al-Bihar, juz 44, hal. 293
6 Al-Bihar Anwar, juz 44, hal. 305
7 Kanzul 'Ummal, juz 1, hal. 148
8 Allu'lu' wal Marjan, karya An-Nuri, hal. 47
9 Amali As-Shoduq, hal. 140
10 Al-Khashais Al-Husainiyah, hal. 92
11 Kanzul 'Ummal, juz 1, hal. 147
12 Tafsir Al-Manar, juz 8, hal. 301
13 Silakan merujuk Ma'sat Al-Husain baina As-Sail wal Mujib, hal. 170
14 Ma'sat Al-Husain baina As-Sail wal Mujib, hal. 170 - 171, Majma' Az-Zawaid, juz 9, hal. 188
15 Al-Husain wa Bathalah Karbala, hal. 42
16 Al-Husain wa Bathalah Karbala, hal. 43
17 Mustadrak Al-Washail, juz 2, hal. 217, Maqtal Al-Husain, karya Abdul Razaq Al-Musawi, hal. 134
18 Al-Luhuf fi Qatla At-Thufuf, hal. 14

16 NASEHAT IMAM KHOMEINI UNTUK MEMBINA PRIBADI MUSLIM
1.Sedapat-dapatnya berpuasa pada hari senin dan kamis
2.Shalatlah lima waktu tepat waktu dan sedapat-dapatnya sholat tahajud pada malam hari.
3.Kurangilah waktu tidur dan perbanyaklah membaca ayat suci Al-Qur’an.
4.Perhatikanlah dan tepatilah janji anda.
5.Berinfaklah pada fakir miskin.
6.Hindarilah tempat-tempat maksiat.
7.Hindarilah tempat-tempat pesta pora dan janganlah mengadakannya.
8.Berpakaianlah yang sederhana.
9.Jangablah berbicara dan seringlah berdo’a khususnya pada hari selasa.
10.Berolah ragalah (senam, marathon, mendaki gunung, dll.)
11.Banyak-banyaklah menelaah buku (agama, social, politik, sejarah, sains, sastra, filsafat, dll.)
12.Pelajarilah ilmu-ilmu tehnik yang dibutuhkan Negara Islam.
13.Pelajarilah ilmu tajwid, bahasa arab dan perdalamlah.
14.Lupakanlah pekerjaan baik anda dan ingatlah dosa-dosa anda yang lalu.
15.Pandanglah fakir miskin dari sudut pandang materi dan para ulama dari segi spitiual.
16.Ikuti perkembangan umat Islam.

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 25, 2007
Aku akan menyuarakan perjuangan rakyat Iran
ke seluruh dunia

Pertama kali menginjakkan kaki di Paris, para utusan dari istana kepresidenan Prancis datang menemui Imam Khomeini untuk menyampaikan pesan resmi pemerintah Prancis.
Pemerintah Prancis waktu itu melarang Imam Khomeini melakukan segala bentuk aktivitas politik. Dengan tegas Imam Khomeini menjawab kepada utusan pemerintah Prancis sebagaimana yang beliau ucapkan kepada para petinggi Irak:
“Aku mengira bahwa di sini tidak seperti di Irak. Perlu kalian ketahui di mana saja aku akan menyuarakan perjuanganku. Aku akan pergi dari bandara ke bandara udara yang lain dan dari kota ke kota yang lain untuk menyuarakan bahwa orang-orang zalim saling tolong menolong agar penduduk dunia tidak mendengar perjuangan kami, orang-orang yang teraniaya. Akan tetapi aku akan tetap menyuarakan perjuangan rakyat Iran yang pemberani ke seluruh penjuru dunia. Aku akan mengumumkan kepada penduduk dunia, apa yang terjadi di Iran”.(Dalil Aftab, hal 50).[infosyiah]

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 5, 2007
Kemungkinan besar ini milik Baitul Mal!

Semasa menjabat sebagai presiden Iran beliau memberikan sebuah cek bernilai 500 ribu rial (kira-kira sebesar 500 ribu rupiah) kepada perdana menteri beliau Ir. Mir Husain Musavi. Setelah menyerahkannya beliau berkata, “Uang Baitul Mal (uang negara) yang mungkin terpakai oleh saya kurang dari jumlah yang tertera di cek ini. Uangkan cek ini dan masukkan dalam dana negara agar saya terlepas dari hutang di kemudian hari.”
Ungkapan beliau benar-benar sangat menggugah siapa saja. Bagaimana tidak kehidupan sehari-harinya saja ditutupi lewat kupon subsidi (sampai saat ini di Iran masih berlaku kupon subsidi untuk beberapa bahan pangan seperti beras, gula, minyak dan keju).[infosyiah]
(sebagaimana diungkapkan oleh Ir. Hamid Mirza Zadeh)
Sumber: Parovi Az Khurshid (Seberkas sinar mentari)

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 10, 2007
Salat malam di pesawat

Imam dalam perjalanan ke Iran dari Paris. Di pesawat yang ditumpanginya beberapa kali terlihat beliau mengeluarkan kompas penunjuk arah kiblat. Selama itu pula jarum penunjuknya tidak bergerak. Kondisi ini memaksa kami untuk menanyakannya kepada pilot. Jawab mereka, Kompas penunjuk arah kiblat tidak berfungsi di dalam pesawat. Imam kemudian bertanya, Bila memang demikian, tolong tunjukkan padaku arah Mekkah. Pilot menunjukkan arah kota Mekkah. Sesuai dengan arah yang sebutkan oleh pilot Imam pun kemudian melakukan salat malamnya.[infosyiah]

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 11, 2007
Salat dengan tayammum

membelakangi kiblat, di dalam mobil yang tengah bergerak
Putri Imam menuturkan:
“Imam bercerita kepadaku, “Ketika aku ditangkap di Qom dan dibawa ke Teheran dengan mobil, di pertengahan jalan aku berkata kepada mereka yang membawaku, Aku belum melakukan salat. Tolong carilah sebuah tempat di mana aku bisa berwudu dan kemudian salat. Mereka menjawab, Kami diperintahkan untuk membawa anda langsung ke Teheran dan tidak boleh berhenti dengan alasan apapun. Kujawab, Bukankah kalian bersenjata lengkap? Apa yang kalian takutkan dari diriku? Jumlah kalian pun banyak sementara aku hanya seorang diri. Aku tentu tidak bisa melakukan apapun di hadapan kalian. Jawaban mereka tetap sama.
Akhirnya, kupikir bahwa tidak ada gunanya memohon kepada mereka. Kuputuskan untuk salat di atas mobil. Ku katakan, “Baiklah, aku tidak akan memaksa kalian, tapi setidak-tidaknya berhentilah sebentar agar aku dapat bertayammum. Permintaanku dituruti oleh mereka namun tidak untuk turun dari kendaraan. Aku kemudian merunduk dari mobil sehingga tanganku menyentuh tanah lalu bertayammum. Setelah itu aku melakukan salat. Salat di dalam mobil yang tengah bergerak menuju Teheran. Tentu saja aku tidak menghadap kiblat bahkan membelakanginya.
Aku selalu berharap semoga dua rakaat salat yang kulakukan karena kondisi yang sulit itu diterima oleh Allah.” (Majalle-ye Payame zan, vol 3, Khurdad 1371)[infosyiah]

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 2, 2007
Salat di awal waktu

Imam Khomeini dalam kondisi sakit. Suatu malam ketika hendak tidur beliau berkata, “Besok subuh tolong saya dibangunkan untuk melaksanakan salat subuh”.
Keesokan harinya, 10 menit telah berlalu dari suara azan salat subuh. Imam Khomeini tanpa dibangunkan beliau bangun sendiri dan bertanya, “Apakah waktu salat subuh telah tiba?” Dijawab, “Ia, waktu subuh telah tiba”. Imam kembali bertanya, “Mengapa saya tidak dibangunkan?” Dijawab, “10 menit baru berlalu dari salat subuh. Karena kondisi Anda masih belum sembuh benar, Anda tidak kami bangunkan”.
Imam Khomeini dengan perasaan tidak enak berkata, “Panggilkan Ahmad (anak beliau) ke sini!”
Ketika Ahmad tiba di hadapannya, Imam Khomeini berkata, “Selama ini saya senantiasa melaksanakan salat di awal waktu. Namun, setelah hidup sekian lama, kalian telah mengakibatkan saya melakukan salat terlambat 10 menit dari waktu salat subuh”.[infosyiah]

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 9, 2007
Waktu fadhilah salat zuhur telah tiba

Ahmad, anak Imam Khomeini, bertutur:
“Hari pertama ketika Syah pergi dari Iran kami berada di sebuah tempat bernama Noovel Lushatu. Pada waktu itu kurang lebih tiga ratus hingga empat ratus wartawan di sekitar tempat tinggal Imam. Mereka meletakkan sebuah meja pendek dan Imam berdiri di atasnya. Rencananya, selain bakal diambil gambarnya akan ada sesi pertanyaan untuk beberapa wartawan. Wawancara dimulai. Kurang lebih sekitar dua atau tiga soal dipertanyakan kepada Imam sekaligus jawabannya disampaikan terdengar suara azan. Mendengar dikumandangkannya suara azan Imam langsung berdiri dan meninggalkan tempat itu. Sesaat sebelum meninggalkan tempat itu beliau berkata, “Waktu fadhilah salat zuhur telah tiba”.
Seluruh wartawan yang hadir terkejut melihat sikap Imam. Salah seorang dari mereka meminta kepada Imam agar bersabar sedikit karena ada beberapa pertanyaan yang tertinggal, itu pun tidak banyak. Imam dengan wajah tidak senang mengatakan, “tidak bisa”. Kemudian pergi… (Sima-ye Farzanegan, 160)[infosyiah]

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 20, 2007
Bagaimana Imam Khomeini menghormati Istrinya?

Agenda kehidupan Imam Khomeini benar-benar teratur, itu berlaku juga dalam masalah waktu makan.
Putranya Sayyid Ahmad Khomeini mengatakan, “Aku berkata kepadanya: “Ayah waktunya makan, aku bilang siapkan makanan?” Imam melihat jamnya seraya menjawab, “tidak, sekarang belum waktunya”. Aku berbincang-bincang sebentar dengan Imam kemudian pergi sampai di pintu. Beliau memanggilku dan aku mendatanginya. Beliau berkata, “kamu bilang siapkan makan siang? Iya siapkan, sekarang sudah waktunya!”. Mungkin selisihnya tidak sampai satu menit, tetapi Imam begitu teratur sehingga bagi keluarganya juga mengherankan, dan bisa diambil kesimpulan bahwa Imam Khomeini begitu teratur dalam semua urusan hidupnya.
Aku ingat bahwa suatu hari Istri Imam Khomeini pergi ziarah ke kuburan Sayyid Abdul Azhim, keturunan Imam Hasan as. Pada saat itu aku sebagai sopirnya. Waktu pulang dari ziarah kira-kira mendekati zuhur. Istri Imam Khomeini berkata, “Secepatnya kita pulang, karena aku tidak bilang kepada Imam untuk makan, Imam bakal menunggu sampai aku selesai ziarah. Secepatnya kita pulang supaya Imam tidak telat makan”. Pada waktu itu jalan macet. Sampai di rumah Imam kira-kira dua puluh lima menit dan waktu makan siang sudah lewat setengah jam.
Istri Imam Khomeini berkata, “sepertinya Imam sudah makan siang”. Namun Imam belum makan siang. Aku melihat Imam sedang menyiapkan alas untuk makan, itu pun ketika salah satu anggota rumah melihat bahwa istri Imam datang. Istri Imam berkata kepada Imam, “Kami baru tiba apakah engkau sudah makan?”. Dengan lembut dan penuh penghormatan Imam menjawab, “Engkau tidak mengatakan kalau tidak akan pulang secepatnya, kalau tidak kami pasti sudah makan, kami menunggumu”. Imam yang berkata kepada Sayyid Ahmad “sekarang belum waktunya makan siang” meskipun hanya satu menit, beliau tidak makan walaupun sampai setengah jam, karena menunggu kedatangan istrinya.
Muhammad Hashemi (Penjaga rumah Imam Khomeini).[infosyiah]

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 5, 2007
Musthafa bukan tamu negara!

Suatu hari saya bertamu ke kantor Ayatullah Khamene’i. Karena bertepatan dengan waktu makan beliau mengundang saya untuk sudi menerima ajakannya. Namun pada saat yang bersamaan di situ ada anaknya bernama Mushthafa. Ketika jamuan telah siap beliau memerintahkan anaknya agar kembali ke rumah (rumah dan kantor beliau berdekatan).
Mendengar ucapan beliau saya mencoba bertanya bahkan mencoba agar Mushthafa dapat makan bersama kami, “Izinkanlah ia makan bersama kita? Ayatullah Khamene’i dengan sigap berkata, “Makanan ini dananya dari Baitul Mal (uang negara) karena Anda adalah tamu negara. Mushthafa bukan tamu negara dan tidak berhak untuk ikut makan bersama kita. Ia harus kembali ke rumah dan makan di sana.[infosyiah]
(sebagaimana diungkapakan oleh Ayatullah Javadi Amoli)
Sumber: Parovi Az Khurshid (Seberkas sinar mentari)

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 5, 2007
Surat cinta Khomeini muda kepada istri terkasih

Dear kasihku…
Kupersembahkan jiwaku untukmu…
Saat ini, ketika aku diuji berpisah dari anak-anakku tersayang dan penguat hatiku, aku kemudian teringat padamu dan keindahan wajahmu yang terlukis di dalam cermin hatiku.
Kasihku…
Aku berharap semoga Allah senantiasa menjagamu dan memberikan kesehatan dan kebahagiaan dalam lindungan-Nya. Sementara untukku, segala kesulitan yang ada telah berlalu. Alhamdulillah apa yang terjadi sampai saat ini adalah kebaikan dan sekarang aku tengah berada di kota Beirut yang asri.
Sejujurnya, ketiadaanmu di sisiku membuat perjalanan ini menjadi sepi. Dengan hanya melihat kota dan laut yang ada merupakan pemandangan yang sedap dipandang mata. Aku tak dapat menghitung betapa besar keharuanku ketika mengingat kekasihku tidak di sisiku menemaniku menatap pemandangan indah yang meresap di kalbu.

Dar har hal, malam ini adalah malam kedua aku menanti kapal yang akan membawa kami. Sesuai dengan ketentuan yang ada, keesokan hari akan ada kapal yang bertolak dari sini ke Jeddah. Sayangnya, karena kami agak terlambat sampai di sini harus menanti kapal yang lain. Untuk saat ini apa yang harus dilakukan belum jelas. Aku berharap semoga Allah dengan belas kasih-Nya kepada kakek-kakekku yang suci, sebagaimana Ia mensukseskan perjalanan seluruh hamba-Nya untuk melaksanakan haji, memberikan kesempatan yang sama pula kepada kami.

Dari sisi ini aku agak sedikit sedih dan gelisah, namun Alhamdulillah kondisiku sehat bahkan semakin baik dan lebih meyakinkan. Sebuah perjalanan yang indah, sayangnya dan sekali lagi sayangnya, engkau tidak bersamaku di sisiku. Hatiku merindukan putramu (Sayyid Musthafa). Aku sangat berharap bahwa mereka berdua senantiasa selamat dan bahagia di bawah lindungan dan bimbingan Allah swt.
Bila engkau menulis surat kepada ayahmu dan ibu serta nenekmu sampaikan salamku juga kepada mereka. Aku telah menyiapkan diriku menjadi pengganti ziarah kalian semua. Sampaikan juga salamku kepada adikmu Khanum Shams Afagh. Dan lewat adikmu sampaikan salamku kepada Agha Alavi. Sampaikan salamku kepada Khavar Sultan dan Rubabeh Sultan. Katakanlah kepada mereka tentang lembaran lain dari surat ini untuk disampaikan kepada Agha Syaikh Abdul Husein.

Semoga hari-hari kalian dilalui dengan panjang umur dan kemuliaan.

Duhai kasihku…

Belahan jiwaku…

Ruhullah saat ini bak gambar kosong yang sedang menanti keberangkatan yang tak kunjung datang.
NB: Surat ini ditulis pada bulan Farvardin tahun 1312 H.S. (sekitar 73 tahun yang lalu) sambil menanti kelahiran putra keduanya.(Saleh L)
Sumber: http://baztab.com/news/40128.php
. Keberadaan beliau di sana untuk menanti kapal yang akan membawa beliau dan rombongan ke Arab Saudi guna melakukan ibadah haji.
. Kata berdua maksudnya kepada Sayyid Musthafa dan anak laki beliau yang lain yang sampai saat surat ini ditulis belum lahir ke dunia. Beberapa hari setelah Imam menulis surat ini anak kedua beliau lahir dan diberi nama Ali. Anak kedua Imam ini karena terserang penyakit semasa kecilnya meninggal dunia.
. Menjelaskan akan ketiadaan kapal yang akan membawa beliau dan rombongan ke Jeddah.

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 16, 2007
Imam Khomeini sayang anak kecil

Muhammad Reza Mutahari
Imam Khomeini adalah sosok manusia sempurna dan teladan di zamannya. Dalam seluruh sisi kehidupan beliau berbuat seperti kakeknya; Rasulullah saw. dari sisi kejiwaan beliau sangat sehat, dan merupakan pribadi yang berproses. Karena kesehatan jiwanyalah yang menyebabkan beliau sangat mencintai anak-anak kecil.
Tentang kecintaan Imam Khomeini kepada anak-anak kecil, Ibu Zahra Eshraghi berkata: “Kadang-kadang saya tidak membawa anak saya; Fathimah ke rumah Imam. Suatu hari saya datang ke rumah Imam, dan beliau saat itu sedang berjalan-jalan di halaman rumahnya. Ketika saya mengucapkan salam beliau bertanya: “Mana anakmu?” tidak saya bawa, nanti merepotkan. Ketika mendengar jawaban saya, beliau sangat sedih seraya berkata: “Kalau sekarang kamu tidak membawa Fathimah, kamu juga jangan datang!”.
Ini menunjukkan kelembutan jiwa Imam. Aku bertanya kepada Imam: “Mengapa anda begitu mencintai anak kecil? Karena mereka anak kami, sehingga anda mencintainya?”.
Imam Khomeini menjawab: “Tidak, kalau saya masuk Husainiyah dan di situ ada anak kecil, maka perhatianku terarah kepadanya”. Aku begitu mencintai anak kecil. Kadang-kadang ketika aku ceramah ada anak kecil menangis atau melambaikan tangannya ke arahku, maka perhatianku ke arahnya”.( Soroush, no 476)
Isa Ja’fari menceritakan tentang kecintaan Imam Khomeini kepada anak kecil: “Imam begitu penuh kasih sayang. Suatu hari aku pergi ke taman bersama Ali. Salah satu penjaga taman punya anak perempuan kecil. Ali memaksa mengajaknya untuk di bawah ke hadapan Imam. Maka ia di bawah ke hadapan Imam, dan pada saat itu waktunya makan siang. Imam berkata kepada Ali: “Bawa ke sini temanmu, mari kita makan siang bersama!”
Ali membawa anak perempuan kecil itu untuk makan siang. Beberapa kali kami datang untuk membawanya keluar agar tidak mengganggu Imam. Imam berkata: “Jangan, biarkan ia makan siang”. Setelah anak kecil itu makan siang, kami ambil dan Imam memberikan hadiah uang 500 Tuman. Imam Khomeini begitu akrab dan menyayangi anak kecil. Yang demikian ini tidak hanya terhadap Ali saja, tetapi terhadap semua anak kecil.( Pa be Paye Aftab, jilid 2, hal 66)
Salah satu juru kamera di Jamaran berkata: “Ketika Imam Khomeini pulang dari rumah sakit jantung, kami masuk ke kamarnya untuk pengambilan film. Pada hari itu putraku ikut dan sebelumnya saya sudah katakan kepadanya agar diam dan tidak ribut di dalam kamar. Saya sibuk mengambil film dan putra saya juga sibuk bermain. Aku lihat ia sangat ribut dan bikin gaduh. Saya panggil dia seraya berkata: “Bukannya jangan ribut dan bikin gaduh? Tidakkah kamu tahu bahwa Imam sakit?”
Imam mendengar ucapan saya dan dengan pelan-pelan berkata: “Jangan ganggu dia, anak-anak kecil adalah penenang hatiku”. Aku malu kepada Imam. Aku melihat Imam begitu mencintai anak-anak dan tidak senang melihat anak-anak kecil sedih.( Imam va Bacheha, Hamid Gerugan )
DR. Faridah Mustafawi menceritakan tentang kecintaan Imam Khomeini: “Imam sangat mencintai anak-anak kecil. Begitu besar cintanya kepada anak-anak kecil sehingga beliau berkata: “Di Najaf, ketika saya kembali dari Haram, saya sangat mencintai anak-anak kecil kendati mereka sangat kotor. Anak-anak mengikuti Imam sampai di depan rumah”.( Pa be Paye Aftab, jilid 1, hal 107)[infosyiah]

Ditulis oleh infosyiah di/pada 0, Juni 12, 2007
Imam! Azan…
Imam Khomeini adalah salah seorang yang paling senang melakukan salat di awal waktu. Saat-saat terakhir dari kehidupannya, kira-kira jam sepuluh malam, beliau melaksanakan salat Magrib dan Isa dengan isyarat. Semua berpikiran sama. Sudah tidak ada harapan lagi. Semua dokter yang menangani beliau sudah menganggap selesai.
Ceritanya demikian:
Pada waktu itu Imam dalam kondisi tidak sadar. Salah seorang dokter mendekati Imam dan berdiri dekat kepalanya. Mungkin masih ada jalan terakhir untuk mengembalikan kesadarannya. Dan itu dengan salat. Mudah-mudahan dengan cara ini beliau bisa tersadar. Dokter itu mendekatkan bibirnya ke arah telinga Imam dan membisikkan, Imam! Azan… Seketika itu juga Imam menggerakkan kelopak matanya. Pada kondisi yang seperti itu beliau melaksanakan salat Magrib dan Isa
Pagi hari itu, setelah selesai salat Subuh, sebentar-sebentar beliau menanyakan kepada kami kapan salat Zuhur. Beliau tidak diperkenankan membawa jam untuk melihatnya. Untuk menengok jam dinding saja beliau tidak kuat. Kami tahu bahwa pertanyaan beliau bukan karena takut akan kelewatan salat tapi lebih karena ingin salat di awal waktu. (Majalle-ye zane ruz, vol 1267, Khurdad 1369, diceritakan oleh cucu Imam sendiri).[infosyiah]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar